Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Diagnosis, Perekonomian Tercekik

Kompas.com - 12/05/2014, 17:07 WIB

                         Oleh Faisal Basri
                        Pengamat Ekonomi

PERTUMBUHAN  ekonomi cenderung melambat sejak tahun 2012. Jika berdasarkan data triwulanan, tren perlambatan mulai terjadi pada triwulan I-2011 setelah mencapai titik tertinggi 6,8 persen pada triwulan sebelumnya. Namun, kemerosotan pertumbuhan pada triwulan I-2014 merupakan yang terdalam selama lima tahun terakhir.

Perkembangan itu jelas tidak dirancang pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Namun, setelah kecenderungan perlambatan berlangsung hampir tiga tahun, tiba-tiba BI mengklaim perlambatan merupakan hasil dari kebijakan yang direncanakan.

Ketika mengumumkan kenaikan BI Rate atau suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin menjadi 7,5 persen pada 12 November 2013, BI menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2013 tidak terlepas dari pengaruh kebijakan stabilisasi yang dilakukan pemerintah dan BI guna membawa pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Namun, ternyata pada triwulan berikutnya pertumbuhan ekonomi naik kembali dari 5,6 persen menjadi 5,7 persen.

Dua hari kemudian, pada acara pertemuan tahunan perbankan, Gubernur BI mempertegas sikapnya bahwa ekspansi perekonomian terlalu cepat. Padahal, ketika itu pertumbuhan ekonomi sudah menurun selama lima triwulan berturut-turut. Apakah menurut pandangan BI penurunan pertumbuhan kurang tajam? Lantas, apakah penurunan tajam pada triwulan I-2014 sudah memuaskan, sesuai harapan BI?

Rasanya tidak juga. Karena BI pada awalnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 bakal lebih tinggi ketimbang tahun 2013. Dalam Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2013 yang dikeluarkan pada 18 Februari 2014, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 6 persen, lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 5,8 persen.

Sebulan kemudian BI merevisi pertumbuhan ekonomi ke bawah menjadi 5,7 persen. Setelah Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2014 hanya 5,2 persen, BI kembali merevisi pertumbuhan ekonomi tahun 2014 menjadi 5,3 persen.

Apakah langgam kebijakan BI dan pemerintah hanya akan mengikuti pertumbuhan ekonomi yang memudar berkelanjutan, yang sebetulnya merupakan akibat dari tindakan BI dan pemerintah sebelumnya? Ketika pertumbuhan ekonomi sedang dan terus melambat, dan pertumbuhan investasi turun terus-menerus selama enam triwulan berturut-turut hingga titik terendah sebesar 4,4 persen pada triwulan IV-2013, BI justru nyata-nyata bertekad menekan laju pertumbuhan kredit dari 21,6 persen tahun 2013 menjadi hanya 15 persen-17 persen saja pada tahun 2014.

Karena itukah BI Rate tidak kunjung diturunkan walaupun BI optimistis target inflasi 4,5 (±1) persen tahun ini bakal tercapai? Atau, BI tetap mempertahankan BI Rate untuk tujuan memperbaiki defisit akun lancar/transaksi berjalan (current account) sebagaimana dinyatakan ketika terakhir menaikkan BI Rate pada bulan November tahun lalu?

Bukan cara jitu

Kebijakan bunga tinggi bukan cara jitu mengurangi defisit akun lancar. Kenaikan suku bunga riil justru dilakukan untuk merangsang aliran modal masuk agar dapat menutupi defisit akun lancar sehingga neraca pembayaran bisa tetap surplus. Kenyataannya, tanpa menaikkan suku bunga sekalipun, arus modal asing tetap mengalir cukup deras ke Indonesia, baik modal portofolio maupun modal asing langsung.

Dalam hal ini tampaknya BI dan pemerintah keliru mendiagnosis keadaan. Pemerintah dan BI terbelenggu oleh kebijakan The Fed. Pada acara Bankers Dinner 14 November 2013, Gubernur BI mengatakan, ”... Kami bergabung dengan Bank Indonesia pada 24 Mei 2013, tepat dua hari setelah Chairman dari Federal Reserve memberikan sinyalemen akan mengurangi stimulus moneter (tapering). Sinyalemen yang singkat, tetapi pengaruhnya mendunia. Sejak saat itu, hari demi hari hingga akhir Agustus lalu, ekonomi kita ditandai dengan derasnya aliran keluar modal portofolio asing, yang kemudian menekan nilai tukar rupiah dengan cukup tajam....”

Menteri Keuangan juga menyampaikan keprihatinan senada: ”Indonesia’s rupiah and bond yields will return to levels seen in 2009 after the Federal Reserve cuts stimulus that has buoyed emerging-market assets, Finance Minister Chatib Basri said.” (Bloomberg.com, ”Indonesia’s Basri Sees Rupiah Back to 2009 Levels After QE Taper” http://bloom.bg/1cHKkKO, 8 November 2013)

Data menunjukkan aliran modal portofolio asing neto selalu positif sejak tahun 2008, kecuali sekali pada triwulan III-2011. Sejarah panjang perekonomian Indonesia pun menunjukkan kemerosotan pertumbuhan ekonomi hampir selalu dipicu oleh faktor internal.

Kalaupun berasal dari guncangan eksternal, yang terhantam adalah sektor ekspor, bukan sektor finansial. Bukan karena perekonomian kita tahan guncangan eksternal, melainkan karena sektor keuangan kita masih cetek dan belum terintegrasi penuh dengan pasar keuangan global. Karena itulah kita selamat dari krisis finansial global tahun 2008. Selain, tentunya, karena BI dan pemerintah sigap menangani skandal Bank Century sehingga tidak sempat menimbulkan krisis perbankan.

Pemerintah dan BI telah menyia-nyiakan momentum pertumbuhan ekonomi. Berubahlah. Jangan pertumbuhan ekonomi yang dijadikan kambing hitam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soarl Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soarl Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com