Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Bisnis Bahan Baku Pangan di Indonesia Kurang Dikembangkan

Kompas.com - 15/07/2014, 13:17 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur South East Asian Food and Agruculture Science and Technology Center, Intitut Pertanian Bogor (IPB), Purwiyatno Hariyadi, menuturkan, Indonesia yang kaya dengan sumber hayati sangat berpotensi mengembangkan diri sebagai pemain dalam industri bahan baku makanan.

Misalnya saja, dia mencontohkan, potensi flavour cukup beragam seperti asam jawa, cengkeh dan vanilla. Sayangnya, potensi tersebut belum dieksplorasi oleh industri pangan Indonesia.

"Sebagai kritik, industri pangan kita terlalu mudah untuk tertarik mengembangkan produk pangan tradisional negara lain daripada produk pangan tradisional lokal Indonesia," jelasnya dalam media briefeing Food Ingredients Asia 2014, di Jakarta, Selasa (14/7/2014).

Istilah ingredients digunakan untuk menyebut bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi makanan. Meski ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia, yakni bahan, namun dari segi ilmiah definisi food ingredient mengacu pada tiga hal, yakni bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan. Sehingga, istilah ingredients dirasa lebih tepat digunakan.

Dia menambahkan, produk tradisional erat kaitannya dengan budaya lokal setempat. Tak heran, produk tersebut sering menyandang nama daerah seperti Cepiring Magelang, Wajik Salaman, Dodol Garut, Jenang Kudus, dan sebagainya. "Ini adalah potensi luar biasa. Perlu dieksplorasi dan dilindungi," ujarnya.

Tidak jarang, produk tradisional ini mempunyai karaktetistik unggul yang bisa saja dikembangkan dan diindustrikan oleh negara lain. Contoh jelasnya, sebut Purwiyatno, adalah untuk produk dadih, yang sudah dikembangkan di Jepang dengan nama dadih pula.

Di Indonesia, menurutnya industrialisasi ingredients pangan sangat tertinggal. Di sisi lain, Indonesia masih banyak impor ingredien dari negara luar. "Seperti asam organic, flavour, dan terutama ingredients yang rumit," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com