Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati yakin, sebenarnya pemerintah sudah tahu bahwa BBM bersubsidi yang dipatok dalam APBN-P 2014 akan lebih dari 46 juta kiloliter. Dengan melakukan pengetatan distribusi, imbuh dia, pemerintah seolah-olah memberikan warning kepada masyarakat agar berhemat BBM jika ingin kuota tersebut tidak jebol.
“Kami mengeluh hanya 46 juta kiloliter nih. Hati-hati, sangat riskan. Artinya ada justifikasi lagi menambah pasokan. Ujung-ujungnya nambah kuota, sama seperti 2011 atau 2012 lalu. Saya yakin sekarang ini pun hampir habis. Kalau enggak dibatasi, hanya sampai Oktober. Begitu orang mengeluhkan kelangkaan, pasokan ditambah,” jelas Enny kepada Kompas.com, Senin (25/8/2014).
Pengetatan distribusi, kata Enny, beresiko menimbulkan penimbunan, utamanya di tingkat pengecer, di daerah yang jauh dari pengawasan Pertamina. Selain itu, pelaku usaha logistik kecil juga akan aji mumpung menaikkan harga.
“Kalau distributor besar tidak akan terpengaruh, karena akses kendaraan mereka bisa langsung akses ke SPBU. Tapi ini yang akan menimbulkan gejolak di pasar,” kata dia.
Hal tersebut juga akan menimbulkan expected inflation. Memang dampaknya belum terasa di inflasi bulan Agustus. Namun, lanjut Enny, kalau tidak ditangani, hal tersebut akan menimbulkan efek domino berkepanjangan.
Ditemui di Gedung Parlemen, Senin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik memastikan pihaknya tidak akan meminta tambahan kuota subsidi BBM. “Lho kalau menaikkan kuota, nanti naik lagi subsidinya, salah lagi kita. Kuota jangan ditambah lagi. Kita semua sepakat subsidi BBM sudah terlalu tinggi. Habis uang kita untuk itu,” tandas Jero.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.