Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Mengaku Bosan Mengatakan 'Current Account Deficit'

Kompas.com - 14/09/2014, 09:07 WIB
Tabita Diela

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com -
Langkah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 7,50 persen, salah satunya, didorong oleh defisit neraca berjalan. Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat (12/9/2014).

"Tidak ada perubahan stands. Karena tantangan masih sama, kembali lagi sampai bosan kita bilang current account deficit (defisit neraca berjalan)," ujar Mirza.

Menurut Mirza, sejauh ini BI tidak melihat adanya perubahan berarti. Tantangan adanya defisit neraca berjalan (current account deficit), serta inflasi yang kemungkinan mendekati batas rentang atas BI masih terjadi.

Selain itu, BI juga harus melihat kemungkinan yang bisa terjadi dalam 12 bulan mendatang. Mirza menyebutkan adanya potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Walaupun memang dari perkembangan terakhir lebih rendah daripada batas atas itu tapi kita melihat kebijakan moneter itu kan dibuat, paling tidak untuk 12 bulan ke depan," ujar Mirza.

Tidak "lebih dovish"

Mengomentari kebijakan Bank Indonesia ini, Mirza menampik jika ada pihak yang mengungkapkan bahwa langkah tersebut tergolong dovish (longgar) dari sebelumnya. Menurut Mirza, hal tersebut kurang tepat lantaran Bank Indonesia tidak melihat adanya perubahan berarti.

"Kalau ada yang mengartikan BI lebih dovish saya kira kurang tepat ya, tidak ada perubahan stands," ungkapnya.

Mirza mengungkapkan, BI memang mencermati bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia melemah pada kuartal kedua. Menurutnya, faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah ekspor dan pengeluaran pemerintah yang terlambat keluarnya. Pengeluaran masih menunggu APBN-P, menunggu perundingan.

Karena itu, Mirza mendorong adanya percepatan reformasi sektor riil. Semakin cepat reformasi sektor riil dijalankan, selain itu semakin cepat pula keputusan tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM), maka ada ruang bagi kebijakan moneter untuk melakukan respons.

"Kalau semakin lama tidak dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran dan defisit current account, maka terpaksa central bank harus menjaga agar jangan sampai terjadi capital reversal. Capital reversal, ancaman itu, bukan sesuatu yang mengada-ada," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com