Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inklusi Keuangan, Sebuah Ikhtiar Menjalankan Demokratisasi Ekonomi

Kompas.com - 18/10/2014, 23:17 WIB
Bambang Priyo Jatmiko

Penulis


KOMPAS.com – “Proyek besar” demokratisasi politik, lambat laun berjalan di Indonesia, meski perlu ada perbaikan di sana-sini. Kesadaran berdemokrasi serta partisipasi politik yang semakin meningkat menjadi salah satu indikatornya.

Meski demikian, ada satu lagi “proyek besar” yang harus dituntaskan dan butuh kolaborasi berbagai pihak di negeri ini. Agenda besar yang dimaksud adalah demokratisasi ekonomi.

Demokrasi ekonomi secara jelas tertuang dalam Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Secara lebih luas, hal itu bisa dipahami sebagai pemerataan kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi setiap warga negara. Dalam hal ini, setiap warga memiliki hak yang sama mengakses resources, yang memungkinkan mereka meningkatkan  kesejahteraannya.

Meski tertuang secara jelas dalam UUD 1945, namun demokratisasi ekonomi belum berjalan sebagaimana yang terjadi di ranah politik. Ketimpangan antara si kaya dan si miskin semakin menganga, lantaran kesempatan mengakses resources ekonomi tidak terdistribusi merata.

Dari data yang dirilis Bank Indonesia (BI), terlihat bahwa kesenjangan ekonomi semakin menganga. Pada 2013, Rasio Gini mencapai 0,41 persen atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang berada di level 0,37.

Sementara itu mengutip Bappenas, naiknya Rasio Gini lebih disebabkan karena pertumbuhan konsumsi golongan masyarakat kelas menengah ke atas jauh lebih pesat, ketimbang masyarakat miskin. Atau lebih tepatnya, daya beli masyarakat kelas menengah ke atas semakin kuat ketimbang masyarakat miskin yang tetap jalan di tempat.

Terlepas dari apa yang menjadi penyebab, semakin tingginya Rasio Gini di Indonesia mencerminkan kesempatan untuk mengakses resources ekonomi kurang terdistribusi dengan merata. Sehingga, kue pembangunan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah, ketimbang masyarakat miskin.

Mengutip Prof John Roemer dari Yale University (1998), setidaknya ada tiga hal yang selama ini menjadi penyebab ketimpangan. Yang pertama adalah ketimpangan dalam usaha, kerja keras atau kemampuan individu. Penyebab kedua lebih berkaitan dengan ketimpangan kesempatan mengakses resources ekonomi, dan ketiga berhubungan dengan kebijakan yang dijalankan pemerintah.

Ya, penjelasan dari Roemer itu memang masuk akal, apalagi jika dikaitkan dengan konteks Indonesia. Bahwa, ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi, utamanya pada poin kedua dan ketiga sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan opportunity.

Tabel Rasio Gini Indonesia

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

0,36

0,36

0,35

0,37

0,38

0,41

0,41

0,41


Sumber: Bank Indonesia, BPS, Bappenas, World Bank
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com