Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejar Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen, Industri Harus Tumbuh Dobel Digit

Kompas.com - 22/10/2014, 13:03 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian, Hardjanto menyatakan, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi enam hingga tujuh persen, maka dibutuhkan pasokan gas mencapai 3.000 mmscfd (million standard cubic feet per day) pada  2025.

“Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sampai tujuh persen, industri harus tumbuh sembilan-sepuluh persen bahkan dobel digit. Untuk itu kebutuhan gas kita perkirakan mencapai 3.000 mmsfcd,” kata dia dalam seminar bertajuk “Revitalisasi Kebutuhan Gas untuk Industri”, Jakarta, Rabu (22/10/2014).

Hardjanto lebih lanjut mengatakan, jika kebutuhan gas untuk industri terpenuhi, praktis industri dapat memberikan kontribusi lebih tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 30-40 persen.

Dengan kontribusi demikian besar, maka dia memperhitungkan, income per capita orang Indonesia mencapai 8.000-10.000 dollar AS, atau dua hingga tiga kali lipat dari saat ini.

Meloncat ke jasa
Hardjanto menilai, perkembangan industri saat ini lamban. Bahkan pemerintah terkesan meloncat dari sektor primer menuju sektor jasa, dan melupakan pertumbuhan industri. Hal itu terlihat dari dua sektor industri manufaktur utama Indonesi yang masih saja mencetak defisit neraca perdagangan.

Sepanjang 2013 lalu, Hardjanto menuturkan, perdagangan besi baja masih mengalami defisit mencapai 12,5 miliar dollar AS. Sementara, petrokimia, juga mencetak defisit yang hampir sama. “Dari dua sektor ini saja, defisit kita sudah mencapai 25 miliar dollar AS per tahun,” kata dia.

“Kita belum selesai di manufaktur, sudah masuk ke service. Ini jadi PR ke depan, bagaimana 30-40 persen pendapatan nasional harus dikontribusikan dari manufaktur. Baru kita keluar dari yang namanya middle income trap. Menjadi negara industri maju baru, dengan pendapatan 8.000-10.000 dollar AS per kapita,” jelas Hardjanto.

Pricing policy
Atas dasar itu, kebutuhan energi menjadi penting selain tersedianya bahan baku industri manufaktur. Masalahnya, kata Hardjanto, kebijakan harga gas sebagai salah satu sumber energi saat ini dinilai belum menunjang pertumbuhan industri manufkatur.

Harjanto menuturkan, meskipun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memiliki platform alokasi gas untuk industri mencapai 2.400 mmscfd pada 2015, namun dinamika industri juga tergantung faktor harga gas. “Mungkin suplai (gas) ada, tapi harga tetap menjadi konsideran,” kata dia.

Misalnya, dia mencontohkan, industri methanol bisa tumbuh lebih tinggi jika didukung harga gas 3 dollar AS per mmbtu (million metric british thermal unit). Namun, kenyataannya saat ini, harga gas yang dibeli pelaku industri rata-rata masih mencapai 9 dollar AS hingga 12 dollar AS per mmbtu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com