Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kebijakan Moneter seperti "Panadol"

Kompas.com - 04/11/2014, 10:41 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ekonom  Creco Research Institute. Raden Pardede  mengungkapkan adanya kecenderungan Indonesia bergantung pada kebijakan moneter untuk menjaga kondisi perekonomian. Ia menilai, dengan kebijakan moneter memang bisa cepat dilakukan dan direspons, namun tidak bisa menuntaskan berbagai masalah ekonomi di Tanah Air. Raden bahkan membandingkan kebijakan moneter dengan obat sakit kepala.

"Memang kebijakan moneter itu cepat, tapi itu seperti 'Panadol', yang membuat ketergantungan, ketika tubuh kita panas, tanpa tahu penyebabnya apa," ujar Raden di Jakarta, Senin (3/11/2014).

Raden mengatakan, respon pemangku kebijakan dalam menanggapi masalah ekonomi di Indonesia harus tepat. Pemangku kebijakan seharusnya tidak bertindak reaktif dengan sekadar mengeluarkan kebijakan moneter.

Pasalnya, menurut Raden, masalah di sektor ekonomi bisa dipicu dari faktor eksternal. Sebagai contoh, efek dari keputusan Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, yang menghentikan stimulus keuangan.  Ia menyebutkan, seiring dengan perekonomian AS yang membaik, maka tahun depan diperkirakan suku bunga acuan the Fed akan naik dari saat itu yang hanya 0,25 persen.

"Nah kalau terjadi kenaikan suku bunga, sementara itu banyak sekali portofolio investment yang masuk ke Indonesia sebelumnya, maka bisa saja investor yang semula masuk di Indonesia mereka akan pergi. Kalau mereka pergi, maka cadangan devisa kita akan berkurang," tutur Raden.


Selain cadangan devisa berkurang, tutur Raden, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga akan terganggu. "Nah makanya saya katakan tadi, kebijakan respons policy-nya harus baik untuk mengantisipasi itu," kata Raden.

Raden menuturkan, dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia, pemangku kepentingan pun harus cermat. Tidak selamanya masalah bisa selesai begitu saja hanya dengan kebijakan moneter.

Sebelumnya, Raden juga mengungkapkan perlunya pemangku kepentingan memilih bauran kebijakan. Terutama, dalam menjaga perekonomian Indonesia. "Kita harus punya kebijakan stabilisasi. Kebijakan yang mix. Kita cenderung bergantung pada M policy, atau monitary policy. Harusnya ada monetary policy, fiscal policy, structure policy, income policy, dan price policy. Selain itu harus ada safety net protocol," kata Raden.

baca juga: Pemerintah Salah Langkah, Nilai Tukar Bisa Rp 13.000 per Dollar AS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com