Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menkeu: Penolakan Terhadap Kenaikan Harga BBM "Sudah Tradisi"

Kompas.com - 25/11/2014, 17:11 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan efek langsung yang terjadi ketika pemerintah ingin mengalihkan peruntukkan subsidi. Menurut pertimbangan pemerintah, hal ini diperlukan.

Namun, penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi terus terjadi. Menurut mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, penolakan semacam ini "sudah tradisi".

"Dari dulu juga protes. Bagian dari tradisi. Tradisi protes. Gapapa, itu udah bener menaikkan (harga) BBM. Harus, bukan layak, memang harus dinaikkan," ujar Chatib ketika ditemui usai menjadi pembicara kunci dalam acara DBS Asian Insights Seminar 2014 di Jakarta, Selasa (25/11/2014).

Lebih lanjut, Chatib juga menjelaskan bahwa selama ini, alokasi anggaran untuk subsidi BBM tidak tepat sasaran. Lewat subsidi tersebut, pemerintah malah "membantu" masyarakat kelas menengah hingga atas.

"Yang nikmatin kelas menengah atas. Kalau mau support sama yang miskin, kasih anggarannya dalam betuk yang memang langsung bermanfaat untuk mereka. Bisa cash transfer, bisa anggaran kesehatan, bisa anggaran hal-hal seperti itu. Jadi yg dilakuin sudah betul. Memang udah harus dilakuin. Ngapain uangnya dibakar?" tukas Chatib.

Menurut perhitungannya, kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 bisa menghemat lebih dari Rp 100 triliun. Penghematan tersebut juga akan kembali pada masyarakat. Uang yang semula dipakai untuk membayar BBM, secara tidak langsung, bisa "menciptakan" lapangan pekerjaan.

Tidak hanya menunjang daya beli masyarakat dengan menekan harga BBM, pengalihan subsidi pada akhinya bisa menyediakan lapangan kerja, memberi penghasilan, dan meningkatkan daya beli masyarakat.

"Kalau di atas Rp 100 triliun, uangnya dipakai infrastuktur kan jalanannya jadi lebih bagus, pelabuhannya lebih bagus, orang jadi mau berinvestasi. Kalau orang mau investaai, lapangan kerjanya jadi lebih baik dan kemiskinannya turun," pungkas Chatib.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com