Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusdi Kirana di Balik Lion Air (2): Saya Membuat Orang di Indonesia Bisa Bepergian dengan Murah

Kompas.com - 21/02/2015, 15:20 WIB

KOMPAS.com — Kompas.com menurunkan tiga tulisan berisi wawancara wartawati majalah Angkasa, Reni Rohmawati, dengan Rusdi beberapa tahun lalu. Petikan wawancara ini pernah dimuat di majalah Intisari edisi Desember 2013 dengan judul asli "Rusdi Kirana: Sosok Misteri– Who Makes People Fly". Pemuatan artikel ini atas seizin Intisari. Ini adalah artikel kedua dari tiga tulisan. Artikel sebelumnya silakan baca: Rusdi Kirana di Balik Lion Air (1): Saya Ini Pengusaha Airlines yang Penuh Misteri

-------------

Bagaimana Anda bisa menggiring mereka ke arah yang Anda mau?

Awalnya sulit kalau kita belum berikan sesuatu. Ini kejadian waktu di Timor Leste (seraya menunjuk foto yang Angkasa bawa). Saya tersenyum di sini, padahal sedang ada masalah. Saya punya enam pilot, lima minta berhenti. Di situ saya diuji; di-fait accompli.

Waktu itu, saya punya satu pesawat B737-200 PK-LIA. Mereka mau bargain macam-macam. Pada saat itu, saya tak mau dengar. Kita tak akan biarkan dan tak akan saya setujui. Lebih baik perusahaan tutup daripada mereka menekan saya.

Itu proses saya diuji oleh orang-orang ini. Akhirnya, saya harus bisa memotivasi. Ternyata membuahkan hasil. Hasilnya, mereka percaya.

Bagaimana Anda membangun loyalitas? (saat petikan wawancara ini dimuat pada 2013, Lion Air Group memiliki sekitar 20.000 karyawan)

Tidak perlu yang loyal. Loyalitas bisa dibangun kalau mereka punya kepentingan juga. Loyalitas itu tak bisa hanya dari yang ada pada diri kita, tetapi kalau kita memikirkan mereka dan memberikan apa yang mereka butuhkan, seperti membangun perumahan untuk mereka.

(Lion City dibangun di area 30 hektar di kawasan Telaga Bestari, Balareja)

Dalam wawancara Angkasa 12 tahun lalu, nasihat orangtua Anda adalah mesti punya hati nurani. Apa yang Anda wujudkan dari nasihat itu?

Kita bicara perumahan bagi karyawan. Kalau kita bicara mengenai loyalitas karyawan, malah kita harapkan mereka enggak tinggal lama. Kenapa? Contoh, sopir. Makin lama mereka kerja, obligasi makin mahal. Kalau ganti yang baru, gaji turun. Tapi, kita bangun itu atas dasar nurani, bukan bangun loyalitas.

KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA Penumpang Lion Air dari Terminal 1 mendatangi Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (20/2/2015). Mereka berteriak-teriak lapar dan haus sambil memaki Lion Air.

Ada kasus-kasus yang terkait layanan, sepertinya Lion Air tak punya hati nurani?

Kalau mereka berpikir ke sana, saya tak bisa berdebat karena itu pembuktiannya sangat subyektif. Namun, saya bisa mengatakan yang mereka tak bisa menyangkal.

Saya membuat di Indonesia orang bisa bepergian dengan murah. Kalau dianggap saya tak punya nurani, dari mana mereka bisa bepergian sekarang dari kota A ke kota B, tujuan apa pun dengan harga tiket terjangkau?

Kalau kita bicara nurani soal pelayanan, itu subyektif. Nurani yang harus kita pertahankan adalah bagaimana orang itu jangan kita kurangi kemampuannya dalam membeli. Kita jangan jual dengan harga mahal, bagaimana harga tetap terjangkau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com