Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Golkar: Terpuruknya Rupiah Bukan Salah Pemerintah

Kompas.com - 12/03/2015, 18:56 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Anggota Komisi IX DPR Misbakhun menilai, menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang sudah di atas Rp13.000, bukan disebabkan ketidakseriusan Pemerintahan Jokowi-JK dalam mengurus masalah ekonomi. Menurut dia, anjloknya kurs rupiah itu terjadi lebih sebagai akibat pengaruh ekonomi global.

"Pemerintah serius mengurus ekonomi. Ini memang gejolak yang terjadi pada ekonomi global yang imbasnya harus juga dirasakan oleh Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global tersebut," kata Misbakhun, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (12/3/2015).

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, depresiasi rupiah atas USD masih dalam batasan yang wajar dan normal. Dia tak sependapat bila ada pihak yang menyamakan kondisi penurunan nilai rupiah kali ini dengan krisis 1997-1998 lalu. Pasalnya, lanjut dia, pada 1997-1998, rupiah terdepresiasi hingga di atas Rp13.000 dari titik awalnya sekitar Rp 2000 per dollar AS.

Sementara saat ini, angka Rp13.000 itu berawal dari Rp12.000-an di awal pemerintahan beberapa bulan lalu. "Jadi perspektif ini harus dimengerti dan bisa dipahami sebelum berbicara soal gejolak sosial sebagai akibat kenaikan nilai USD," ujarnya.

Walau depresiasi rupiah atas dollar AS masih dalam range yang wajar dan normal, namun Misbakhun mengingatkan bahwa hal tersebut tidak boleh berlangsung dalam jangka waktu lama. Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait harus segera mengambil sejumlah langkah.

"Misalnya Bank Indonesia harus segera melakukan upaya yang optimal di pasar untuk melakukan stabilisasi nilai rupiah sehingga turun pada angka psikologis di bawah Rp13000 per USD," kata Misbakhun.

Dia juga mendorong agar koordinasi yang intens dan mendalam antara Kementrian Keuangan sebagai penanggung jawab kebijakan fiskal, dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Semuanya harus intens dan berkonsentrasi penuh untuk mengangkat kembali nilai tukar rupiah yang wajar secara ekonomis.

Lebih jauh, Misbakhun juga menilai bahwa di dalam kondisi saat ini, para pengambil kebijakan di sektor keuangan perlu mempertimbangkan untuk melakukan pengaturan kembali rezim devisa bebas yang dianut Indonesia. Kebijakan baru diperlukan sehingga devisa yang masuk dalam sistem keuangan di Indonesia bisa tinggal lebih lama dan bisa berputar dalam sistem keuangan yang ada.

"Dengan begitu devisa itu bisa memberikan manfaat riil pada sistem ekonomi. Jangan sampai devisa yang masuk ke Indonesia datang di saat mengambil momentum, untuk lalu pergi begitu cepat di saat keuntungannya sudah tidak ada," ucap Misbakhun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Manuver KAI Memohon ke Pemerintah Ringankan Beban Utang Kereta Cepat

Manuver KAI Memohon ke Pemerintah Ringankan Beban Utang Kereta Cepat

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Whats New
Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Taati Aturan Pemda

Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Taati Aturan Pemda

Whats New
Efisiensi Anggaran Makan Siang Gratis

Efisiensi Anggaran Makan Siang Gratis

Whats New
Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com