"Sekarang kan sudah termasuk yang longgar, bunga sudah diturunin, macam-macam," kata Kalla di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Ia mengatakan BI belum perlu melakukan langkah seperti Bank Sentral Eropa (ECB) yang melonggarkan kebijakan moneternya. Belum lama ini, kata dia, Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Lagi pula, menurut Kalla, kondisi perekonomian Indonesia berbeda dengan Eropa.
"Kalau dilonggarin nanti terus inflasi lagi, lebih bahaya lagi. Ya itukan Eropa, kita tidak usah ikut, beda mereka malah krisis, itu hanya untuk Yunan, Jerman sampai Yunani," tutur dia.
Kalla menegaskan, depresiasia rupiah hingga melorot di level Rp 13.000 per dollar AS lebih dikarenakan faktor eksternal, yakni menguatnya dollar AS. Namun, dia juga menyadari, ada kondisi internal yang memengaruhi, seperti turunnya ekspor lantaran harga-harga komoditas dunia tengah anjlok.
Dibandingkan dengan faktor dalam negeri, Ia berpendapat penguatan dollar AS dan pelemahan euro lebih banyak mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
"Ini kan efek dari luar yang paling banyak, dalam negeri juga tentu ada efeknya terhadap ekspor menurun, nilainya atau harga turun, tapi juga lebih banyak dari luar karena menguatnya dollar, karena euro juga melemah," tutur Kalla.
Hingga sekitar pukul 14.40 WIB, data Bloomberg menunjukkan, mata uang Garuda menguat ke posisi Rp 13.168 per dollar AS, naik 24 poin dari penutupan kemarin pada 13.192.
baca juga: "It’s Time to Sell Dollars.."