Cukup istimewa, dalam panen raya musim ini Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ikut menengok langsung hasil kerja keras para petani. Tak hanya Amran, Bupati Tapin HM Arifin Arpan pun ikut serta.
Kabupaten Tapin yang memiliki luas wilayah 2.174,94 kilometer persegi ini mayoritas merupakan daerah pertanian. Seluas 65 persen atau sekitar 1.400 kilometer persegi adalah daerah rawa-rawa dan pertanian. Di Desa Timbaan sendiri, setidaknya ada 860 hektar luas sawah, dimana separuhnya sudah siap panen.
Menurut Ahmad Zumri (57), ketua kelompok tani setempat, produktivitas padi jenis Ciherang yang mereka tanam mencapai 7 ton per hektar. Amran dalam pidato kuncinya mengatakan, produktivitas harus ditingkatkan 20 persen, seiring dengan diberikannya bantuan berupa traktor, combine harvester, serta mesin pompa.
“Kita juga akan benahi irigasi tersier seluas 2.100 hektar khusus untuk Tapin. Ini akan ditambahkan dua kali lipat, karena Bupati Tapin janjinya bisa meningkatkan 20 persen,” kata Amran, Senin (16/3/2015).
Kepada wartawan usai prosesi, Amran menyatakan optimisme produksi padi secara nasional akan meningkat, dan Indonesia akan bebas impor beras pada 2016. Pasalnya, jelas Amran, pemerintah aktif memperbaiki faktor-faktor kunci peningkatan produktivitas seperti irigasi, benih, pupuk, serta alat mesin pertanian.
Contohnya, penggunaan harvester dan transplanter yang bisa mengurangi waktu bekerja petani. Biasanya satu orang petani menyelesaikan menggarap satu hektar untuk baik tanam ataupun panen selama 25 hari. Namun penggunaan mesin-mesin pertanian, untuk menggarap satu hektar sawah hanya dibutuhkan waktu satu hari.
“Dan transplanter ini sudah diproduksi dalam negeri. Ini kita dorong untuk meningkatkan indeks pertanaman pertanian,” imbuh Amran.
Selain alat-alat pertanian yang sangat dibutuhkan petani di tengah kurangnya tenaga sektor pertanian, Amran mengatakan , pemerintah pada tahun ini juga mencoba ‘sistem tanam culik’, yang maksudnya begitu panen langusng kembali ditanami.
Kurang pengawasan
Ahmad, salah seorang petani yang bersemangat menyambut Amran dalam panen raya tersebut mengatakan, sayangnya faktor-faktor yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi, masih minim pengawasan. Namun begitu dia menyambut baik adanya Babinsa yang menurutnya sangat membantu, utamanya dalam penyaluran pupuk.
Diakui Ahmad, pupuk-pupuk bersubsidi banyak bocor ke perkebunan kelapa sawit yang memang banyak dijumpai di Kalimantan Selatan. Dari 50.000 ton pupuk yang dialokasikan untuk wilayahnya tiap tahun, dia bilang paling banter petani menerima 30 persennya saja. Disparitas harga yang tinggi menjadi peluang penyelewengan.
“Harga pupuk yang subsidi itu Rp 115.000 per karung (50 kg), kalau yang tidak subsidi bisa mencapai Rp 200.000 per karung,” aku Ahmad.
Dia pun menengarai, ada oknum-oknum yang ikut terlibat. Selain soal pupuk, petani juga mengeluhkan belum efektifnya depot-depot urusan logistik (dolog) atau gudang-gudang milik Perum Bulog dalam menyerap hasil produksi petani.
Padahal, petani sangat berharap gudang dolog bisa efektif menyerap, sehingga petani tidak bergantung pada tengkulak. Sayangnya, kata Ahmad, mati surinya gudang-gudang dolog hanya disebabkan lantaran ketiadaaan manager gudang.
Dari informasi yang ia dapat, setidaknya dibutuhkan seorang lulusan D3 untuk mengurusi gudang dolog, itu pun dengan persyaratan berbelit. “Jadi, bukan hanya masalah alat. Masalah manajemen ini juga yang kami harapkan diperbaiki. Atau memang dolognya tidak mau dihidupkan?” keluh Ahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.