"Kami ditanya kan, selisih siapa yang nanggung? Untuk sementara ditatausahakan oleh Pertamina," tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Jakarta, Selasa (31/3/2015).
“Kalau harganya (keekonomian) rendah sekali tentu ada untung. Kalau harganya seperti sekarang tinggi, nanti ditatausahakan,” lanjut Sudirman.
Kendati diserahkan pada Pertamina, pada periode tertentu catatan untung-rugi Pertamina akan di-review. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan audit secara berkala untuk melihat saldo Pertamina dalam distribusi bahan bakar minyak (BBM).
“Terserah BPK, mau tiap enam bulan, mau satu tahun, yang penting ketika ditanya saldonya berapa mereka (Pertamina) bisa siapkan,” imbuh dia.
Namun, Sudirman belum juga bisa memastikan jika setelah dikaji, ternyata ada kerugian, pihak mana yang akan menutup kerugian tersebut. “Kami memastikan tidak ada kerugian yang ditanggungkan ke Pertamina, sehingga tidak menyalahi Undang-undang Perseroan. Tapi juga tidak ada kebijakan subsidi, seperti zaman kemarin,” jelas Sudirman.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI, Senin (30/3/2015) malam, Kementerian ESDM sudah mengakui bahwa Pertamina mulai merugi jual premium sejak 1 Maret 2015. Pada periode 1 Maret- 26 Maret 2015 Pertamina menjual premium lebih murah Rp 200 per liter dari harga keekonomian. Malah sejak 26 Maret 2015, selisihnya makin lebar menjadi Rp 600 per liter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.