Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawatir Masuk Ranah Pidana, Kebijakan "Tax Amnesty" Butuh Konsensus

Kompas.com - 13/04/2015, 18:57 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah sedang gencar menambah pemasukan pajak pada tahun 2015 ini. Salah satu jalan yang akan ditempuh yaitu berusaha menarik dana atau aset orang-orang Indonesia yang disimpan di luar negeri dengan melakukan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak.

Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui penerapan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak bagi para pengusaha yang menyimpan dananya di luar negeri tak mudah. Bahkan, DJP mengakui masih ada masalah yang membutuhkan kesepakatan nasional untuk menyelesaikannya.

"Saya belum bisa konfirmasi ya, bagimana batasannya. Justru inilah yang menjadi masalah, bagimana kewenangan Dirjen Pajak untuk masuk ke dalam tax amnesty ini. Ini harus disepakati secara nasional, bagaimana tindak lanjutnya di Kepolisian, Kejaksaan misalnya, bagaimana ini tax amnesty ini bisa masuk dalam ranah pidana atau tidak," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama di Jakarta, Senin (13/4/2015).

Dia mengatakan, untuk mencapai kesepakatan itu maka perlu waktu untuk melakukan pembicaraan dengan berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, DJP berencana baru menerapkan kebijakan tax amnesty pada 2017 nanti.

Menurut Satria, dibutuhkannya waktu 2 tahun untuk memberlakukan kebijakan tax amnesty itu lantaran pengumpulan data juga butuh waktu. Sebenarnya kata dia, pengumpulan data-data terkait tax amnesty bisa saja berjalan cepat apabila data yang diperoleh itu valid.

"Pengalaman beberapa negara yang melakukan. Tax amnesty , ada negara-negara yang lakukan tax amnesty ada berhasil, ada yang tidak (gagal)," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah berencana memberlakukan tax amnesty kepada para pengusaha yang menyimpan uangnya di luar negeri, agar dana tersebut bisa kembali di dalam negeri. Namun, niatan pemerintah itu dinilai bisa mencederai rasa keadilan masyarakat yang selalu membayar pajak.

Menurut Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, kebijakan tax amnesty merupakan kebijakan yang memiliki dua sisi.

Pertama, kebijakan tersebut akan berdampak positif dalam waktu panjang. Kedua, kebijakan itu sekaligus akan mengusik rasa keadilan masyarakat yang selalu membayar pajak lantaran pemerintah mengampuni orang-orang yang tak membayar pajak karena hartanya disimpan di luar negeri.

Oleh karena itu, Eny pun mengusulkan apabila pemerintah berniat melakukan kebijakan tax amnesty maka harus dibuat sistem penarikan pajak yang lebih berkeadilan pasca kebijakan tersebut.

Sementara itu, pengamat perpajakan Universitas Indonasia Darussalam menilai tax amnesty merupakan hal yang positif bagi suatu negara yang ingin melakukan rekonsiliasi untuk membangun administrasi pajak yang lebih baik dan kepatuhan wajib pajak di masa yang akan datang. Namun begitu, dia juga menganjurkan pemerintah untuk melakukan berbagai langkah pasca kebijakan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com