"Makanya saya ingin komplain ke sarjana hukum, bikin aturan yang enggak jelas. Di lapangan ini enggak jelas implementasi aturannya," ujar Lino dalam acara seminar Sinkronisasi Peraturan di Sektor Pelabuhan, Jakarta, Senin (24/8/2015).
Dia mengaku heran mengapa para sarjana hukum yang terlibat dalam pembahasan undang-undang tersebut justru membuat aturan yang sangat rumit. Akibatnya, kata dia, implementasi UU tersebut membuat bingung para investor.
"Sudah complicated, tapi pemerintah bikin undang-undang atau aturan itu 36 kali lebih complicated," kata dia.
Salah satu poin yang diperdebatkan dalam UU Pelayaran adalah mengenai pemberian konsesi di pelabuhan. Dalam Pasal 83 ayat 4 disebutkan, Otoritas Pelabuhan sebagai wakil pemerintah diberikan wewenang untuk memberikan konsesi kepada badan usaha.
Sementara pasal 344 ayat 3 menyebutkan bahwa kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang telah dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap diusahakan oleh BUMN.
Akibat tafsir kedua pasal itu, Pelindo II dan Kementerian Perhubungan berselisih pendapat terkait siapa yang sebenarnya yang berwenang atas pemberian konsesi di Pelabuhan Tanjung Priok yaitu konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan asing asal Hongkong yakni Huntchinson Port Holding (HPH).
"Silahkan saja ubah aturan 100 kali, tapi aturannya harus konsisten," ucap Lino.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.