Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi Kaji Wacana Moratorium Reklamasi Pantai

Kompas.com - 30/09/2015, 19:34 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan mengkaji wacana moratorium reklamasi pantai. "Kami masih kaji dulu landasan dan background-nya," ujar Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Rabu (30/9/2015).

Dia menjelaskan alasan pengkajian reklamasi pantai dilakukan sebagai upaya mempertahankan wilayah tangkapan nelayan. Reklamasi pantai kata dia sudah membuat wilayah tangkapan ikan nelayan menjadi tergusur. Bahkan, tutur dia, reklamasi selama ini terkesan bagian dari penggusuran nelayan.

Namun, Susi membuat pengecualian. Dia memperbolehkan reklamasi pantai bila tujuannya untuk pembangunan bandara, pelabuhan, dan pembangunan infrastruktur listrik.

Menurut dia, seharusnya pengembangan pulau-pulau bisa dimanfaatkan ketimbang harus melakukan moratorium pantai. "Kalau di laut saja mereka cari makan susah, di darat juga digusur, mereka mau ke mana lagi?," kata dia.

Menteri asal Pangandaran Jawa Barat itu berharap pengkajian moratorium reklamasi bisa cepat selesai. Nantinya hasil kajian itu akan langsung diserahkan kepada Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Susi Pudjiastuti pernah mengkritik keras rencana reklamasi di utara pantai Jakarta. Menurut dia, ketimbang reklamasi pulau, lebih baik para pengembang mengembangkan pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta. "Kemarin yang mengikuti pertemuan dengan HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indoneisa) juga dengar sendiri ada perwakilan dari HNSI Jakarta yang komplain mengenai reklamasi. Mereka bilang, itu tempat mereka cari makan, cari ikan, dan sekarang mau dibikin pulau. Saya melihat pulau di Kepulauan Seribu itu banyak sekali yang belum dikelola. Ngapain juga bikin pulau di depan Jakarta," ujar Susi, Selasa (8/9/2015).

Lebih lanjut, kata Susi, KKP melihat ada kecenderungan bahwa para pengembang menganggap reklamasi sebagai hal yang praktis dan mudah untuk membuat properti di Jakarta. Padahal, kata dia, reklamasi justru akan menyisihkan masyarakat yang hidup di pesisir.

Saat ini, penolakan terhadap rencana reklamasi semakin sering terjadi. Tak hanya di Jakarta, penolakan juga muncul di berbagai daerah. "Saya mengerti bahwa hal ini patut kita waspadai, patut kita akses, dan analisis amdalnya harus betul-betul bagus supaya tidak merugikan masyarakat yang hidup di pesisir itu sendiri," kata dia.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama siap berdebat dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait rencana reklamasi Pulau G oleh Pemerintah Provinsi DKI.

Basuki mengatakan, gubernur memiliki kewenangan yang sejajar dengan menteri. "Di dalam UU khusus Ibu Kota, Gubernur DKI sejajar dengan menteri. Kalau menteri keluarkan surat edaran yang bertentangan dengan peraturan daerah, siapa yang lebih kuat? Apa kami mesti ikuti surat edaran seorang menteri? Jakarta ini ibu kota, khusus lho, dan Perda RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)-nya sudah ada," kata Basuki di Balai Kota, Jumat (18/9/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com