Beberapa di antaranya memilih tutup lebih cepat ketika mengetahui kabar razia, sedang beberapa yang lainnya memang tidak buka toko sedari pagi, seperti yang terjadi di Thamrin City, kemarin Senin (26/10/2015). (baca: Penjelasan Pengelola Thamrin City soal Razia Barang Non-SNI dan Produk Impor Ilegal)
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, Widodo mengatakan, seharusnya para pedagang dan pengecer tidak perlu khawatir jika menghadapi razia, selama barang yang dijual mengikuti ketentuan yang berlaku.
Selain itu, Widodo juga berpesan agar pengecer dan pedagang bisa menunjukkan kepada petugas razia bahwa barang yang dijual mengikuti ketentuan.
"Tidak perlu khawatir misal ada sweeping, mana kala kita memang memperdagangkan barang-barang yang memang sesuai ketentuan," ujar Widodo dalam Sinergitas Peningkatan Pemahaman Ketentuan Perlindungan Konsumen, Pengawasan Barang dan Penegakkan Hukum, di Plaza Kenari Mas, Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Widodo menjelaskan, dalam ketentuan Perdagangan, pengecer dan pedagang memang tidak wajib mengantongi Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI. Yang wajib memiliki SPPT SNI adalah importir dan produsen.
"Tapi kalau memperdagangkan barang itu harus minta fotokopi SPPT SNI sebagai pegangan manakala ada pengawasan. Itu kewajiban bapak ibu semua," kata Widodo.
Sementara itu, kepada importir, Widodo juga berpesan agar memenuhi ketentuan SPPT SNI. Sebab sekarang ini banyak sekali kemudahan yang diberikan pemerintah.
Kalau tadinya barang yang perlu SNI wajib perlu Surat Pendaftaran Barang (SPB), sekarang ini hanya dibutuhkan Nomor Pendaftaran Barang (NPB). "Itu pun tidak per shipment," kata dia.
Adapun untuk ketentuan label barang, Widodo berpesan kepada pedagang dan pengecer untuk tidak menerima barang yang tidak memiliki label bahasa Indonesia. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 73 tahun 2015 telah merinci 145 jenis barang yang wajib label bahasa Indonesia.
"Tapi selebihnya tetap harus pakai bahasa Indonesia, sebab masyarakat kita tidak semua paham bahasa lain, terutama Inggris," kata Widodo.
Dia lebih lanjut menambahkan, ke depan pedagang dan pengecer harus mengenal identitas jelas dari pemasok barang.
"Tidak boleh lagi kalau ada pengawasan, bilang tidak tahu pemasoknya. Alasannya hanya karena lewat telefon. Misalnya ada yang memasukkan narkoba, kalau tidak tahu siapa yang masok, tetap pedagang yang salah," kata Widodo.