Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Dalam Politik Anggaran, Jangan Serampangan

Kompas.com - 03/11/2015, 20:47 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Usul Penyertaan Modal Negara sebesar Rp 48,38 triliun dalam RAPBN 2016 ditolak DPR RI dalam sidang paripurna. Padahal, proses pengajuan PMN sudah disetujui Komisi serta Badan Anggaran DPR RI.

Di luar itu, ada pelajaran yang dinilai penting dari polemik usulan PMN tersebut. Harus disadari, APBN atau APBN-P merupakan bagian dari politik anggaran yang tak bisa diusulkan secara serampangan. "Dalam politik anggaran tidak boleh serampangan. Tiap proses pengajuan anggaran PMN BUMN itu dulu hanya diambil untuk urgensi politik tertentu yang sifatnya urgent bagi pemerintah. Misalnya ada BUMN mati pailit lalu untuk menanggung beban karyawannya, itu dari PMN," ujar Pengamat Ekonomi Didik J. Rachbini saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (3/11/2015).

Dia mengingatkan siapapun bahwa BUMN memiliki tugas menyetor pendapatan kepada negara melalui pembayaran dividen. Namun, dengan mengusulkan PMN, yang dinilainya serampangan, BUMN justru menjadi beban negara. "Kalau minta 40 triliun itu tidak masuk akal. BUMN itu menyetor uang bukan mengambil uang. Tapi memang bisa BUMN ditugaskan membangun proyek, tapi sebelum ambil uang harus diproposalnya diajukan ke masyarakat," kata dia.

Bagi BUMN yang sudah go public, atau sudah menawarkan saham kepada publik, Didik menyarankan untuk lebih kreatif mencari dana, bukan justru minta uang ke pemerintah. Baginya, perusahaan yang meminta suntikan dana ke negara melalui PMN adalah perusahaan yang sama sekali tak kreatif.

Didik yang juga Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia mengakui, ada pikiran-pikiran hebat yang menyusun argumen bahwa dana PMN Rp 48,38 triliun akan jauh lebih bermanfaat daripada disalurkan ke desa-desa. "Tapi kan ini politik anggaran, bukan pinjam meminjam keadilan. Ini harus melalui proses politik, bahwa harus diberitahu kepada publik, ini bukan uang bisnis tapi uang rakyat," ucap pria kelahiran Pamekasan, Madura 2 September 1960 silam itu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri mengakui, banyak program pemerintah yang lebih penting dari PMN. Atas dasar keterbatasan ruang, pemerintah kata Wapres memilih menyalurkan dana itu ke program-program penting tersebut. Wapres juga mengingatkan, usulan PMN seharusnya terlebih dahulu melihat dana yang dimiliki pemerintah. Bila dana itu cukup, Wapres menyatakan PMN pasti akan diberikan dengan tujuan menggenjot pembangunan di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com