Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persempit Gini Ratio, Pemerintah Upayakan Hal Ini di 2016

Kompas.com - 19/12/2015, 15:10 WIB
Estu Suryowati

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Persoalan ketimpangan di Indonesia masih menjadi isu krusial. Indeks gini ratio yang menunjukkan kesenjangan antara pendapatan kaya-miskin melebar di level 0,43.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut, ekonomi di Indonesia, disadari atau tidak, telah menghasilkan ketimpangan yang lebih buruk dibandingkan negara-negara lain.

"Dibandingkan negara lain memang relatif lebih timpang kita. Padahal 20-30 tahun yang lalu Indonesia membanggakan diri sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi, tapi gini ratio-nya rendah," kata Darmin saat berbincang dengan wartawan di Tangerang, Baten, Kamis (17/12/2015).

Untuk mempersempit kesenjangan ini, Darmin mengatakan, pemerintah akan melaksanakan berbagai program dan mengeluarkan regulasi yang diharapkan dapat mendorong distribusi pendapatan. Dengan begitu, bisa membuat angka gini ratio makin kecil.

"Salah satu yang sedang kita persiapkan bersama Kementerian Agraria, OJK, Kemenkominfo, BI, Kemenkeu, Kementan, Kemenperin adalah membuat satu desain besar untuk mendorong financial inclusion dikaitkan sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran," ucap mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Menurut catatannya, saat ini ada 50 persen-60 persen tanah rakyat yang belum disertifikasi.

Di lain pihak, sambung Darmin, pemerintah menyediakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai Rp 100 triliun dengan bunga 9 persen di tahun depan.

"Kita juga punya dana desa Rp 40 triliun lebih dikombinasikan dengan agen bank," kata Darmin.

Hal-hal itu, Darmin menambahkan, bisa meningkatkan jumlah dana yang ada di perbankan. Nanti suatu ketika, kalau pertumbuhan kredit kembali di atas 30 persen, maka hal tersebut akan diimbangi dengan pertumbuhan dana masyarakat.

Tak ketinggalan, pemerintah akan mendorong sistem logistik nasional dari perdesaan ke kota.

Saat ini, ujar Darmin, sistem logistik nasional baru dimiliki oleh korporasi swasta besar seperti misalnya Unilever, Indomaret, Alfamaret, serta Matahari.

"Tapi mana sistem logistik dari perdesaan ke kota? Belum lahir," tegas dia.

Jika program sistem logistik ini berhasil, maka petani akan menerima keuntungan lebih besar. Keuntungan hasil pertanian saat ini 60 persennya dinikmati tengkulak dan distributor sedangkan petaninya hanya menikmati 40 persen.

"Semua ini adalah blok besar untuk mendorong selain yang namanya transformasi struktural, sekaligus dia akan memperbaiki tingkat kemiskinan dan ketimpangan," ucap Darmin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com