Sekretaris Jenderal (Sekjen) FITRA Yenny Sucipto menilai, kebijakan tax amnesty hanya akan menjadi fasilitas ‘karpet merah’ bagi para pengemplang pajak.
“Amnesti ini sebelumnya tahun 1984 sudah pernah diimplementasikan di Indonesia dan gagal, karena sistem administrasi pajak kita masih konvensional. Dan saat ini pun sistem perpajakan kita masih konvensional,” ucap Yenny di Jakarta, Minggu (6/3/2016).
Alasan lainnya, Yenny menyampaikan, kebijakan pengampunan pajak tidak memberikan kontribusi dan pengaruh besar terhadap penerimaan.
Sehingga otomatis tidak akan memberikan efek apapun untuk menutup defisit.
Yenny menambahkan, daripada mengampuni para pengemplang pajak, lebih baik pemerintah menertibkan kepatuhan pembayar royalti dan pajak yang besar, seperti dari sektor pertambangan.
“Contohnya, untuk mineral tambang dan batubara (minerba) saja setiap tahun kita kehilangan Rp 135 triliun sampai Rp 150 trilun. Itu jauh lebih besar dari tax amnesty yang di APBN 2016 sedang diuji-coba dimasukkan Rp 60 triliun penerimaannya,” jelas Yenny.
Terakhir, Yenny menilai, saat ini pemerintah belum memiliki sistem yang baik sehingga banyak orang bisa menghindar dari kewajiban pajak.
“Tax amnesty tidak akan pernah berjalan jika perangkat atau piranti di pemerintahan tidak dipersiapkan jauh-jauh hari. Contohnya, bagaimana pengawasan dan kerjasama antar-negara yang sampai sekarang belum ada,” pungkas Yenny.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) sangat diperlukan pemerintah sebagai instrumen pendukung pembangunan infrastruktur.
(Baca : Negara Butuh Rp 5.000 Triliun, Jokowi Dorong RUU "Tax Amnesty" Segera Terealisasi)