Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amin, Nelayan "Sinting" Tagih Janji Menteri Susi…

Kompas.com - 16/03/2016, 21:00 WIB
M Latief

Penulis

KOMPAS.com – Amin (46) tak berusaha menyembunyikan wajah sumringahnya. Senyumnya terus mengembang, di antara kertas-kertas dan asap rokok yang mengepul dari mulutnya.

Enam tahun sudah dia menunggu. Itu bukan waktu yang sebentar, apalagi diantara beratus-ratus kali dirinya diejek atau dicemooh oleh para peneliti maupun pejabat.

Bahkan, anak-anak kecil pun menertawainya. Terutama ketika ide "sinting" miliknya bergulir; membuat alat konverter bensin dan gas untuk perahu nelayan.

Lelaki kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, 24 Februari 1970, itu menuturkan, kesulitan ayahnya dan orang-orang di kampungnya sebagai nelayan mengawali ide tersebut. Setiap tahun, lanjut dia, kesulitan nelayan selalu berulang untuk mendapatkan bensin sebagai bahan bakar pergi melaut.

"Selain barangnya susah, harganya sangat mahal. Setahun itu dua kali nelayan ditimpa kesusahan melaut karena bahan bakar, yaitu saat musim hujan dan kemarau," ujarnya, Selasa (14/3/2016).

Saat musim hujan, terutama kala ombak dan badai mengganas, kapal-kapal tanker kerap terhambat membawa bensin kebutuhan para nelayan. Lamanya bisa berminggu-minggu.

Sementara pada musim kemarau, kapal-kapal besar itu susah merapat karena saking dangkalnya, terutama ketika harus membawa bensin melalui jalan darat dan sungai-sungai panjang menuju kawasan kampung nelayan.

"Sehari tidak melaut berarti tidak makan. Itu artinya kiamat bagi nelayan," ucap Amin, sapaan akrab lelaki kurus itu.

Melewati masa-masa kanak dengan kesulitan-kesulitan itu membuat Amin putar otak. Sampai akhirnya, pada 2010, ide membuat converter kit muncul di benaknya.

Dicarinya nelayan lain untuk membantu. Dia ambil tabung gas elpiji tiga kilogram, lengkap dengan regulator, selang dan pernak-pernik buatannya. Diangkutnya semua peralatan itu ke perahu.

Cara kerjanya, tutur Amin, gas LPG dari dua tabung ukuran 3 kg dialirkan ke regulator tekanan tinggi yang telah di-setting dengan keluaran maksimal. Gas kemudian dialirkan melalui selang LPG menuju kran yang berfungsi untuk mengalirkan atau memutus aliran gas dari tabung ke konverter Kit.

Gas yang telah melalui sistem setting dan keseimbangan antara kebutuhan mesin dan pasokan LPG oleh ABG Converter Kit kemudian disalurkan melalui selang menuju karburator melalui injektor yang selanjutnya akan mengalir menuju ruang bakar mesin.

"Alhamdulilah, jalanlah itu perahu. Tak ada bensin, LPG pun jadi. Ternyata bisa, jadilah saya coba tekuni bikin alat konverter ini. Dengan gas tiga kilo itu nelayan bisa empat sampai lima jam di laut. Lebih murah juga harganya," tuturnya.

Amin mengaku tak punya bengkel. Tak ada peneliti pula yang menyertai. Ia kerjakan sendiri bersama nelayan-nelayan di kampungnya.

"Yang tahu betapa susah dan mahalnya biaya melaut itu kan nelayan, ya, saya ajak mereka bikin ini. Buat apa bikin penelitian mengawang-awang, toh yang dibutuhkan nelayan cuma ini kok," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com