Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nelayan di Larantuka Akui Tangkapan Tahun Ini Berkurang

Kompas.com - 10/06/2016, 15:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

LARANTUKA, KOMPAS.com — Terpublikasinya angka impor hasil perikanan RI beberapa waktu lalu menjadi tanda tanya besar di benak publik, yakni apakah moratorium kapal ikan asing merupakan kebijakan yang tepat?

Sebab, akibat kebijakan moratorium kapal asing tersebut, kini industri menjadi kekurangan bahan baku, dan pada akhirnya mendorong izin impor.

Abdul Rauf Gunawan, salah seorang nelayan Larantuka yang Kompas.com temui saat kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menyampaikan, memang berkat moratorium tersebut, saat ini jumlah kapal asing yang berlayar di perairan Flores Timur jauh berkurang.

Akan tetapi, ia mengakui pula hasil tangkapan tahun ini menurun dibandingkan tahun lalu. Musim tangkap ikan biasanya pada bulan pertama hingga ketiga.

"Tiga bulan pertama tahun lalu lebih banyak dibandingkan tahun ini. Kalau bulan-bulan ini memang tidak musim," kata Abdul sembari mengemas ikan layang dan tembang, Larantuka, NTT, Jumat (10/6/2016).

Umumnya jenis ikan yang ditangkap adalah layang dan tembang. Jika musim ikan tembang, maka para nelayan juga akan panen ikan tuna. Sebab, ikan tembang ini juga menjadi umpan ikan tuna.

Setiap hari, nelayan-nelayan di Larantuka bisa memperoleh tangkapan layang dan tembang mencapai 40 ton. Namun, kata Abdul, sering kali ikan hasil tangkapan terpaksa dibuang-buang karena tidak ada yang menyerap.

Abdul mengatakan, sebagian besar hasil tangkapannya dijual ke pasar lokal untuk konsumsi masyarakat. Sementara itu, hanya ada dua pabrik pengolahan ikan di Larantuka yang sering kali menolak jenis ikan yang ditangkap nelayan.

"Mungkin karena mengolahnya rumit, kalau tembang ini banyak sisik dan duri, tidak seperti tongkol atau cakalang," kata Abdul.

Abdul menambahkan, kalau betul-betul tidak ada bahan baku, pabrik-pabrik pengolahan itu baru membeli dari para nelayan. Itu pun dengan harga yang lebih rendah dibandingkan pasar lokal.

"Kalau layang, paling mahal mereka hargai Rp 5.000 per kilogram, kalau tembang Rp 3.000 per kilogram," kata Abdul.

Dia pun berharap kepada pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar mendorong investasi pengolahan ikan masuk ke Larantuka. "Ini karena benar-benar tidak ada pabrik yang menyerap tangkapan kami," ucap Abdul.

Wakil Ketua Himpunan Nelayan Pole Line dan Hand Line Flores Timur, Paul Kedang, menyampaikan, tidak terjadi peningkatan signifikan hasil tangkapan nelayan dibandingkan tahun lalu. Jenis ikan yang banyak ditangkap misalnya teri, layang, dan tembang.

Jenis ikan lainnya, seperti tuna, tongkol, dan cakalang, sebenarnya juga banyak ditangkap oleh nelayan Larantuka. Namun, Paul mengeluhkan adanya kapal-kapal nelayan dari wilayah lain yang memasang rumpon.

Adanya rumpon-rumpon ini membuat ikan-ikan yang berukuran lebih besar tidak bisa menepi. "Kemarin kami action, ada kapal dari Banyuwangi yang pasang rumpon di Laut Sawu," kata Paul.

Kompas TV Curi Ikan, Kapal Milik Myanmar Ditangkap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Whats New
Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Whats New
Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com