Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul, Suara Pengusaha Minta Tarif Tebusan 2 Persen "Tax Amnesty" Diperpanjang hingga Desember

Kompas.com - 07/09/2016, 15:21 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang berakhirnya periode pertama program pengampunan pajak atau tax amnesty,  suara-suara "nyaring" mulai muncul dari para pengusaha.

Sosialisasi tax amnesty periode pertama dinilai terlalu sempit sementara keinginan pengusaha untuk ikut program itu harus melalui proses administrasi yang memerlukan waktu yang tidak sedikit.

"Sekarang jujur saja yang dibutuhkan itu tambahan waktu semua pengusaha ngomong ini terlalu mepet," kata salah satu pengusaha nasional yang tidak mau disebutkan namanya kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (7/9/2016).

Dari informasi itu, Kompas.com menghubungi Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani. Ia membenarkan munculnya suara-suara dari tingkat bawah pengusaha.

Seperti diketahui, periode pertama tax amnesty berlaku 1 Juli 2016 hingga 30 September 2016. Tarif tebusan pada periode itu adalah dua persen, atau yang terkecil dari periode 2 dan 3.

"Itu benar. Bahkan kami sudah meminta dari Kadin untuk ini diperpanjang tarif tebusan dua persen sampai Desember lah untuk periode pertama ini," kata Rosan.

Ada tiga alasan mengapa para pengusaha mulai menyuarakan perpanjangan pemberlakuan tarif tebusan dua persen hingga Desember. Pertama, banyak pengusaha yang belum bisa menyelesaikan konsolidasi dana atau hartanya untuk ikut tax amnesty.

Hal itu disebabkan banyaknya perusahaan yang dimiliki oleh para pengusaha tersebut. Jumlahnya kata Rosan, tidak hanya ratusan, tetapi ada yang sampai ribuan perusahaan. Oleh karena itu, pengusaha perlu konsolidasi untuk melaporkan semua perusahaan tersebut.

Kedua, aturan yang memuat tata cara pengalihan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) di luar negeri baru keluar belum lama ini.

Padahal, banyak pengusaha yang memiliki perusahaan SPV di luar negeri  ingin mengkuti program tax amnesty. Penerbitan aturan SPV dianggap terlalu mepet dengan batas periode pertama tax amnesty.

Ketiga, banyak para pengusaha yang ingin memasukan dana luar negeri ke perusahaan-perusahaan sendiri yang ad di pasar modal. Namun kata Rosan, banyak hal-hal teknis yang membuat prosesnya tidak akan selesai pada September.

Menurut Rosan, perpanjangan tarif dua persen tidak perlu membutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Kadin sudah memberikan usulkan kepada pemerintah.

"Misalnya selama mereka (pengusaha) memasukkan secara tertulis bahwa meraka ingin ikut tax amnesty pada bulan September ini, tetapi karena proses administrasinya itu lebih dari September, itu mereka bisa menikmati tebusan yang dua persen," kata Rosan.

Bila pemerintah menyetujui usulkan itu, Kadin meyakini akan banyak pengusaha yang ikut program tersebut. Sebab bila dengan tarif tebusan periode kedua yakni empat persen, pengusaha mengaku berat membayar uang tebusan.

Kompas TV Tax Amnesty (Masih) Gagal Capai Target

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com