Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal PP 72/2016, DPR Bilang Ada Dua Sanksi Bisa Menjerat Pemerintah

Kompas.com - 26/01/2017, 11:30 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi VI DPR RI berencana memanggil pihak pemerintah pada pekan ini terkait lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Komisi VI akan menyampaikan pandangan bahwa aturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut melanggar undang-undang (UU) yang sudah ada.

Menurut Komisi VI DPR, PP 72 tersebut membuka peluang untuk memperdagangkan BUMN ke pihak swasta bahkan asing tanpa ada persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Wakil Ketua Komisi VI, Azam Azman Natawijana menegaskan, lahirnya PP 72 tersebut menabrak UU yang sudah ada dan menjadi masalah yang serius. Oleh sebab itu, PP 72 harus dibenahi atau dibatalkan jika tidak ingin yang menjalakannya terkena sanksi.

"Kami telah mengundang pakar dan bersepakat bahwa PP 72 melampaui kewenangan sudah diatur oleh Undang-undang. Ini masalah serius," kata Azam dalam keterangannya, Kamis (26/1/2017).

Sebagai catatan, PP 72 tersebut merupakan revisi dari PP Nomor 44 Tahun 2005.

Dalam PP 72 tersebut, tertulis di Pasal 2A yakni (1) Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Aturan ini menuai kontra dari DPR. Aturan tersebut dinilai berbahaya karena saham BUMN yang dimiliki negara dapat dilepas maupun dijual ke siapapun tanpa diketahui dan mendapatkan restu oleh DPR.

Menurut Azam, apa yang diamanatkan oleh UU terkait dengan kekayaan negara dan BUMN harus dipatuhi. Jikalau ada aturan terbaru yang dikeluarkan menyalahi UU dan aturan lainnya maka tidak sah.

"Jika melampaui UU, maka PP tersebut tidak sah. Ini akan kami sampaikan ke pemerintah. Kami sudah agendakan pertemuan dengan pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN yang diwakilkan oleh Menteri Keuangan pekan ini," terangnya.

Menurut Azam, apapun yang tertuang dalam PP mengenai BUMN juga harus tunduk pada aturan mengenai BUMN di mana kekayaan perusahaan plat merah adalah kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN.

Oleh sebab itu, segala bentuk perubahan status maupun hal yang menyangkut BUMN haruslah diketahui dan mendapatkan izin dari DPR.

"Sehingga jika memang PP tetap dijalankan dan sudah jelas menabrak UU lainnya maka dua sanksi bisa menjerat pemerintah. Yakni bisa sanksi secara politis dan sanksi hukum," tegas Azam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com