Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

72 Tahun Merdeka, Mengapa Pembangunan PLTA di Indonesia Masih Minim?

Kompas.com - 03/06/2017, 19:26 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama 72 tahun merdeka, namun pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Indonesia masih minim. Dari total potensi pembangkit listrik tenaga air (hidropower) sebesar 72 Gigawatt (GW), Indonesia baru memanfaatkan 4,2 GW.

"Itu baru sekitar sepersepuluh dari total potensi yang ada," ujar Ismet Rahmad Kartono, Generation Specialist PT Poso Energy, anak usaha PT Bukaka Teknik Utama, dalam kuliah umum yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada, Sabtu (3/6/2017).

Di China, pengembangan PLTA sudah sangat masif. China menguasai beberapa dari 10 PLTA terbesar di dunia. Bahkan PLTA terbesar di dunia yakni Three Gorges Dam berkapasitas 22,5 GW berada di China. Sementara PLTA di Indonesia masih berkapasitas puluhan MW.

Menurut Ismet, saat ini baru beberapa perusahaan swasta yang mau bergerak membangun PLTA. Salah satunya adalah Bukaka dan kemudian Kalla Group. Beberapa daerah yang disasar antara lain di Sulawesi, Kalimantan dan di Sumatera.

Dia menambahkan, perusahaannya merupakan perusahaan lokal yang berani membangun PLTA berkapasitas 3x65 Megawatt (MW) di daerah Poso, Sulawesi Tengah. Pasalnya, daerah tersebut merupakan daerah konflik pada saat itu serta memiliki kontur tanah yang susah dibangun.

Danau Poso, sebagai lokasi pembangunan PLTA, merupakan danau dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl). PT PLN sudah memotret potensi PLTA di daerah ini sejak 1970. Pembangunan PLTA oleh PT Poso Energy dilakukan sejak tahun 2005-2012. Biayanya sekitar 5 juta dollar AS per MW.

"Ada 7.000 MW yang ingin kami bangun. Tapi ini belum ada apa-apa dibanding program 35.000 MW. Daerah yang kami kembangkan masih di Poso, yakni tahap I dan 3. Kemudian di Kerinci, di Malea di Tana Toraja dan di Mamuju," ujar dia.

Menurut Ismet, potensi pengembangan PLTA di Indonesia masih besar sebab saat ini potensi hidropower yang dimanfaatkan masih kecil. Selain itu, teknologi turbin, tunnel dan generator terus berkembang menyesuaikan daerah pembangunan PLTA.

Tambahan lagi, sudah ada perusahaan swasta yang mau membangun PLTA. PLTA merupakan proyek pembangkit tenaga air dengan kapasitas di atas 10 MW. Jika dibawah itu, namanya proyek mikro hidropower dan piko hidropower.

Lantas, apa saja penyebab belum berkembangnya pembangunan PLTA di Indonesia?

Menurut Ismet, faktor penghambatnya adalah permodalan. Saat ini, rata-rata pembiayaan dari bank sekitar 7 tahun , padahal proyek-proyek konstruksi seperti PLTA ini rata-rata payback periodnya sekitar 15 tahun.

"Di sini kesulitan financing terjadi. Sementara perusahaan kami pembangunan PLTA ditopang 4 bank yakni BNI, BRI, Panin dan Exim," lanjut dia.

Penghambat lainnya, yakni faktor alam. Rata-rata potensi PTA berada di atas pegunungan atau daerah yang sulit dijangkau. Untuk membangunnya bahkan butuh ratusan kilometer untuk membuka jalan menuju site lokasi.

"PLTA berbeda dengan pembangkit listrik energi terbarukan lain, sebab tidak bisa diaplikasikan secara sama di tempat lain. PLTA merupakan proyek bergantung alam," paparnya.

Penghambat selanjutnya yakni regulasi. Saat ini pemerintah memang sedang menggencarkan pembangunan energi listrik dari energi baru dan terbarukan, namun sejumlah aturan turunannya ada yang belum sinkron.

Halaman:


Terkini Lainnya

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com