Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Pengambilalihan Inalum Makin Tak Menentu

Kompas.com - 24/09/2013, 16:02 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang tenggat waktu akhir Oktober, rencana pemerintah untuk membeli kembali saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih terhambat karena belum adanya kesepakatan harga antara pihak Indonesia dan Nippon Asahan Aluminium (NAA).

Awalnya, pemerintah mengaku ada selisih sekitar 140 juta dollar AS (sekitar Rp 1,4 triliun) untuk mengambil alih Inalum dari tangan Jepang. Jepang memang menginginkan harga lebih mahal dari setelah kesepakatan tahun 1998.

Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pihak Jepang menginginkan harga Inalum berdasarkan nilai buku sebesar 600 juta dollar AS. Namun berdasarkan hitungan buku Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), harga pembelian Inalum hanya 390 juta dollar AS. Sehingga ada selisih sekitar 210 juta dollar AS.

"Memang masih ada perbedaan di dalam nilai aset, di mana Jepang hitung berdasarkan revaluasi nilai buku sebesar 600 juta dollar AS dan di BPKP sebesar 390 juta dollar AS. Pegangan kita tetap ada di BPKP," ujar Hatta setelah rakor Inalum di kantornya, Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Dengan tidak adanya kesepakatan bersama antara kedua negara soal harga Inalum, maka pemerintah pun berusaha mencari seperti apa penyelesaiannya. Tapi sampai saat ini pemerintah pun masih memegang harga dari BPKP, meski pemerintah Jepang tetap ngotot dengan harga nilai buku saat kesepakatan tahun 1998.

Jika tidak ada kesepakatan, maka pemerintah akan membawa ke arbitrase. Hal itu sebagai salah satunya cara bila tidak ada kesepakatan menjelang tenggat waktu pembelian berakhir pada akhir Oktober 2013.

"Tapi belum tentu dia tidak mau, nanti kita bicarakan karena itu kan menyangkut perbedaan revaluasi aset dan sebagainya," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan meski masih terhambat soal urusan harga, pemerintah yakin bahwa proses ini akan berjalan normal dan optimistis bisa rampung sebelum 31 Oktober 2013. Bahkan, meski ada investor asing (National Aluminium Company atau Nalco dari India) yang akan membeli saham Inalum, Hidayat yakin bahwa Indonesia bisa mengambil alih 100 persen saham Inalum.

Dengan mengambil alih Inalum, ke depannya tidak perlu mengimpor alumina dari luar negeri. Selama ini, katanya, Indonesia mengekspor bauksit dan mengimpor alumina. Dengan dimilikinya saham Inalum oleh Pemerintah Indonesia, ekspor bauksit tidak lagi dilakukan. "Ini enggak akan terjadi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com