Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab Produksi Kedelai Merosot dalam 5 Tahun Terakhir

Kompas.com - 07/10/2013, 19:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pertanian (Kementan) menengarai sejumlah faktor yang menyebabkan produksi kedelai nasional terus merosot dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Salah satunya disebabkan karena pemerintah terlambat mengeluarkan regulasi terkait tata niaga kedelai.

Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kementan Maman Suherman mengatakan kepada Kompas.com, Senin (7/10/2013), produksi kedelai selama lima tahun terakhir terus mengalami penurunan lantaran tidak adanya regulasi yang menjamin harga di tingkat petani. Kondisi tersebut membuat harga kedelai menjadi tidak menentu.

“Dari tahun 1992 sampai 1997 ada regulasi harga. Tapi mulai 1997 sampai 2007 tidak ada regulasi, dan monopoli Bulog pun dihapus,” terang Maman.

Selama satu dekade itu pula harga kedelai berfluktuasi dan mengikuti harga internasional. Terlebih lagi pada saat panen raya, harga komoditas ini turun cukup rendah sehingga para petani tidak bergairah menanam komoditas jenis kacang-kacangan itu.

Maman juga menyebutkan, harga kedelai sempat menyentuh level Rp 3.500 per kilogram di Aceh setelah 2009.

Berdasarkan data Kementan, produksi kedelai pada 2008 tercatat sebanyak 775.710 ton dari lahan seluas 590.956 hektar. Produksi kedelai sempat naik 25,63 persen pada 2009, menjadi 974.512 ton.

Maman mengatakan, kenaikan produksi yang cukup fantastis sepanjang 2008-2009 disebabkan harga kedelai internasional di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) yang tengah "moncer". Tak pelak, luas lahan panen pun naik sebesar 22,31 persen, menjadi 722.791 hektar.

Sayangnya, lantaran tak ada perlindungan harga dan hanya mengikuti harga internasional, produksi kedelai nasional kembali merosot pada panen tahun-tahun berikutnya. Pada 2010, produksi kedelai mengalami penurunan sebesar 6,92 persen, tertinggi selama lima tahun terakhir, menjadi 907,031 ton.

“Dari 2007-2009 itu ada kenaikan produksi dikarenakan ada perubahan harga di luar negeri, dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 8.000 per kilogram, akhirnya berimbas ke pertanian. Akhirnya, kita mengikuti harga luar negeri. Nah, sayangnya, pada saat sudah tercipta harga Rp 8.000 per kilogram, di sini tidak dipelihara, akhirnya pada saat panen 2010 (harganya) turun lagi,” tutur Maman.

Penurunan produksi 2010 terlihat dari adanya penurunan luas lahan panen sebesar 8,57 persen, menjadi 660,823 hektar. Sementara pada 2011 produksi kedelai kembali turun sebesar 6,15 persen, menjadi 851.286 ton.

Luas lahan panen pun kian susut 5,84 persen, menjadi 622.254 hektar. Pada 2012, produksi kedelai turun tipis 0,96 persen menjadi 843.153 ton, dari lahan seluas 567.624 hektar. Pada saat itu, lahan panen turun sebesar 8,78 persen, terbesar sepanjang 2008-2013.

Meski mencetak rekor penurunan lahan panen terbesar, tetapi produksinya hanya turun tipis 0,96 persen. Hal ini dikarenakan pada 2012, produktivitas kedelai mencatat rekor paling baik, yakni 14,85 kuintal per hektar dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

“Saat itu produktivitas bagus karena kami menambah bantuan teknologi, benih, dan pupuk. Tapi, luas lahan panen tidak signifikan karena tidak ada perluasan areal tanam baru (PATB),” jelasnya.

Maman mengakui, pada saat itu Kementan belum berfokus pada PATB kedelai. Ia mengatakan, Kementan justru menambah anggaran untuk PATB padi dan jagung. Pihaknya mengaku pesimistis dapat menambah luas lahan kedelai selagi tidak ada jaminan harga di tingkat petani.

Menurutnya, PATB kedelai akan sia-sia karena toh akan ditinggalkan para petani dan memilih komoditas lain. Namun, seusai dikeluarkannya regulasi tata niaga kedelai lewat Stabilisasi Harga Kedelai (SHK) pada Juli 2013 lalu, pihaknya optimistis hal ini akan meningkatkan kinerja pertanian, khususnya komoditas kedelai.

“Karena tata niaga sudah ada, SHK 2013 ini, maka kita genjot tidak lagi produktivitas, tapi juga perluas areal tanam baru,” imbuhnya.

Pada 2013, luas lahan panen ditaksir naik tipis sebesar 0,69 persen, menjadi 571.564 hektar. Ini diharapkan mampu mengatrol produksi kedelai sebesar 0,47 persen, menjadi 847.157 ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com