Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/11/2013, 16:06 WIB

KOMPAS.com — Menyalahkan ulah para spekulan di balik robohnya nilai rupiah jelas hanya mencari kambing hitam. Bagi para spekulan, juga pedagang dan pengusaha, nilai rupiah bakal roboh dan ini mudah terbaca. Cukup mengikuti perkembangan cadangan devisa di Bank Indonesia (BI) dan mencermati perekonomian Indonesia, khususnya struktur ekspor dan impor. Kemarin, rupiah mendekati Rp 12.000 per dollar AS.

Rupiah yang roboh atau melemah tak lepas dari neraca transaksi berjalan yang sudah berlangsung sembilan triwulan ini atau 27 bulan. Neraca transaksi berjalan yang defisit merupakan sebuah indikator bahwa pasokan dollar AS ke negeri ini bakal seret. Defisit neraca perdagangan akan memastikan pasokan dollar AS melemah. Semakin memprihatinkan lagi jika neraca modal juga melemah. Neraca pembayaran akan defisit. Cadangan devisa akan rentan.

Saat ini, cadangan devisa 96,966 miliar dollar AS. Pada Agustus 2011, cadangan devisa pernah mencapai 124 miliar dollar AS. Masa bonanza di mana ekspor komoditas dan sumber daya alam (SDA), seperti batubara, minyak kelapa sawit mentah (CPO), dan bauksit, melambung. Sayangnya tidak ada langkah memperkuat struktur ekspor produk non-SDA. Akibatnya komposisi ekspor produk non-SDA merosot dari 48 persen pada tahun 2005 menjadi 36 persen pada tahun 2013.

Lebih ganjil lagi, tidak ada upaya pemerintah mengurangi impor. Apalagi impor barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, seperti tekstil, alas kaki, dan pakaian jadi. Penyelundupan dibiarkan. Tak ada upaya memberikan insentif bagi manufaktur serupa di dalam negeri sehingga devisa bisa bertahan di dalam negeri.

Kepekaan seakan mati. Padahal, kenaikan jumlah kelas menengah dengan kemampuan belanja yang hebat akan mendorong kebutuhan. Industri dalam negeri tidak segera didorong untuk menangkap peluang ini. Padahal, semuanya ataupun sebagian, bisa dipenuhi dari dalam negeri, misalnya daging sapi, kedelai, produk hortikultura, dan produk manufaktur tertentu.

Struktur impor juga kian kuat, terutama dalam impor bahan bakar minyak (BBM). Sejak awal, kilang BBM tidak pernah dibangun lagi. Padahal, produksi mobil dan sepeda motor yang meningkat pesat akan membutuhkan premium atau pertamax. Semuanya lebih banyak dipasok dari impor.

Selain itu, juga tidak ditambah mandatori penggunaan biodiesel dalam solar untuk mengurangi impor bbm solar. Padahal, produk CPO berlimpah karena ekspor terganggu lemahnya pasar global. Tindakan baru diambil akhir Agustus lalu dan belum ada dampaknya. Alhasil, Pertamina perlu 150 juta-200 juta dollar AS per hari untuk impor BBM.

Robohnya rupiah belakangan ini karena pemerintah dan kita semua lengah. Selalu terlambat mengantisipasi. (Pieter P Gero)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

Whats New
Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Whats New
PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Whats New
Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com