Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepeda Indonesia Merambah 62 Negara

Kompas.com - 08/09/2014, 15:32 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - Berangkat dari Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, tahun 1989, Insera Sena yang memiliki produk sepeda bermerek Polygon kini merambah pasar internasional dengan ekspor ke 62 negara. Berjuang dari bawah dengan ”tersembunyi” menjadi produsen merek-merek sepeda internasional, kini Polygon berdiri tegak dengan merek sendiri di pasar internasional.

Ulang tahun ke-25 yang akan diperingati dengan memperkenalkan logo baru Polygon akhir tahun ini, akan menjadi langkah transformasi menjadi merek global itu. Setelah membuka pusat distribusi di Eropa dengan basis di Muenchen, Jerman, maka pasar di Amerika Serikat juga akan dirambah dengan membuka pusat distribusi di California. Ini lanjutan setelah sebelumnya Polygon meluaskan jaringan distribusi produknya di Asia Tenggara (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina) dan Australia.

Polygon mulai mengekspor produknya pertama kali ke Singapura (1997) menyusul Malaysia (2000). Di pasar Asia Tenggara, telah dibangun jaringan distribusi di lebih dari 30 tempat. Di Thailand, satuan polisi Kerajaan Thailand menggunakan Polygon sebagai kendaraan operasional. Volume ekspor terus ditingkatkan dengan menjangkau Thailand, Australia, Filipina, Jepang, Ceko, Swiss, dan Kroasia.

Dalam konsistensi membangun Polygon sebagai merek global ini, sejak empat tahun terakhir, Polygon rutin menjadi peserta pameran Eurobike di Jerman. Di sela-sela Eurobike 2014 di Friederichshafen, Jerman, Rabu (27/8/2014), wawancara dengan CEO Insera Sena, Soejanto Widjaja, dilakukan.

Eurobike adalah pameran produsen sepeda terbesar tingkat dunia yang digelar tiap tahun. Diikuti 1.280 peserta, pameran ini menarik minat 45.200 pebisnis dari 111 negara dan 1.883 wartawan dari 45 negara. Eurobike jadi indikator arah pasar sepeda dunia. Berikut petikan wawancara di tengah ruang pamer Polygon yang ramai.

KOMPAS/WISNU NUGROHO CEO Insera Sena, Soejanto Widjaja

Apa tujuan Polygon di Eurobike?

Sejak tiga-empat tahun terakhir, kami berusaha membangun global brand. Bagaimanapun juga, kalau cuma bermain di pasar Indonesia, tantangannya kurang. Jadi tim saya perlu tantangan lebih sehingga empat tahun terakhir kami mengarah ke luar negeri untuk global brand.

Apa hasilnya untuk Polygon?

Memang proses membangun global brand itu tidak mudah, perlu napas panjang. Tetapi secara umum, agak mengejutkan juga. Orang luar itu tidak terlalu peduli ini buatan Indonesia. Bagi mereka, asal produknya bagus, itu oke. Banyak sekali respons positif dari media-media luar negeri karena desain kami otentik, bukan asal comot dari merek lain. Mereka melihat tim (RND) research and development kami mengembangkan desain yang menarik. Banyak jurnalis mengulas dan sempat jadi cover majalah sepeda di Amerika karena otentisitas ini. Kami mau kembangkan dan memacu tim RND masuk level internasional.

Apa beda bermain di pasar global?

Di Indonesia itu, kompetisi tidak sehat. Tidak sehatnya itu adalah, kalau Indonesia itu dituduh dumping ke luar negeri. Tetapi sebenarnya yang terjadi itu terbalik, mereka dumping ke Indonesia. Jadi merek internasional itu di lempar ke Indonesia dengan harga murah. Jadi kalau pasarnya jelek di sana, dibuang ke Indonesia. Jadi yang dumping itu bukan pabrik, tetapi merek.

Mengapa berkompetisi seperti itu?

Satu hal, mereka butuh pasar Indonesia yang besar. Mereka mau menjaga profit mereka di negara asal sedangkan ini dianggap ekstra. Tidak untung pun tak apa-apa. Apalagi kalau kelebihan persediaan, bisa dilempar seenaknya. Merek itu dilempar di tengah masyarakat yang memuja merek asing. Kami kesulitan karena mereka semua mainnya gelap, impornya gelap seperti tidak bayar PPN (pajak pertambahan nilai). Kalau seperti itu, biaya kami kalah di bea masuk dan PPN 20 persen.

Harapan kepada pemerintah?

Asal tidak diganggu oleh birokrasi saja sudah senang. Tidak usah didukung, yang penting adil saja. Kami tidak mengharapkan disubsidi atau apa. Perlakuan yang adil saja. Kalau tidak, pasar sepeda di Indonesia akan jadi tempat buangan. Akhirnya di sini murah sekali. Kami jadi tertekan dan memilih ke luar negeri saja, walaupun ini sebetulnya strategi jangka panjang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com