Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut Masa Depan Indonesia

Kompas.com - 21/10/2014, 11:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah baru berjanji akan mengembalikan kejayaan Indonesia di laut. Presiden Joko Widodo mengajak semua kalangan untuk bekerja keras mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim. Berbagai kalangan berharap, cita-cita itu segera direalisasikan.

”Kita juga ingin hadir di antara bangsa-bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dengan harga diri. Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikan di MPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/10/2014).

Ia menambahkan, kini saatnya Indonesia mengembalikan semuanya sehingga ”Jalesveva Jayamahe” (Di Laut Kita Jaya) sebagai semboyan nenek moyang agar kembali membahana.

Menanggapi pidato itu, Direktur PT Pelindo II Richard Joost Lino mengatakan, kejayaan di laut bisa dimulai antara lain melalui program tol laut. Program besar ini menyatukan Indonesia secara ekonomi, mulai dari Aceh hingga Papua, dengan angkutan laut sebagai tulang punggung.

”Ini usaha untuk menghubungkan Indonesia bagian barat dengan timur melalui laut,” kata Lino.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengatakan, langkah awal yang dinanti dari pemerintahan baru adalah menegakkan kedaulatan maritim. Hal itu diwujudkan dengan memperjelas batas maritim, melaksanakan gagasan tol laut, dan mendayagunakan sumber daya kelautan untuk membangun perekonomian nasional.

Pekerjaan rumah yang mendesak dituntaskan adalah menekan biaya logistik melalui perbaikan infrastruktur maritim. Saat ini, biaya logistik Indonesia sekitar 24 persen dari total produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan yang sebesar 16 persen dan Jepang 10 persen.

Pembenahan pelabuhan umum juga harus dipercepat. Dari 1.240 pelabuhan umum di Indonesia, baru 30 pelabuhan yang memiliki rencana induk pelabuhan umum. Padahal, rencana induk merupakan acuan pengembangan pelabuhan.

Penyusunan tata ruang laut harus dipercepat. Undang-Undang Kelautan yang mengoordinasikan kebijakan terkait kelautan lintas kementerian atau lembaga harus segera diimplementasikan melalui penyusunan aturan turunan.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengatakan, pembenahan konektivitas maritim perlu segera dibuktikan dalam agenda kebijakan lima tahun ke depan.

Bambang Harjo, Direktur Utama PT Dharma Lautan Utama, yang bergerak di transportasi penyeberangan mengatakan, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus bergerak cepat membenahi industri maritim untuk mendukung visi memperkuat sektor kemaritiman.

”Industri maritim hanya dapat tumbuh jika pemerintah menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen dan bea masuk yang nilainya juga 10 persen,” ujar Bambang.

Secara terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Michael Wattimena, mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo harus lebih banyak membangun infrastruktur dan sarana transportasi kelautan untuk mendukung terwujudnya kejayaan maritim nasional. (A12/ARN/LKT/RYO)
baca juga: Pengusaha di Lingkar Jokowi-JK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com