Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi Geram, Kapal Tiongkok yang Ditangkap Gunakan Bendera Indonesia

Kompas.com - 10/12/2014, 16:08 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku heran dan geram terhadap 22 kapal Tiongkok yang ditangkap karena melakukan illegal fishing. Pasalnya, ketika dilakukan pengecekan, ternyata kapal-kapal itu sudah berbendera Indonesia.

"Berdasarkan data satelit, ada 22 kapal, itu dari Tiongkok. Pas kita cek lewat Angkatan Laut, ternyata mereka punya bendera Indonesia," ujar Susi saat berbicara dalam rapat kerja Kemenhub, Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Susi membandingkan, kapal berbendera asing di laut Tiongkok tidak bisa mengganti benderanya karena peraturannya sangat tegas melarang. Sementara itu, di Indonesia, kapal-kapal asing bisa kapan saja mengganti benderanya menjadi bendera Indonesia.

Oleh karena itu, dia meminta kepada Kemenhub, dalam hal ini adalah Dirjen Perhubungan Laut, untuk lebih teliti dalam memberikan izin kepada kapal-kapal asing. "Saya minta lebih meneliti kembali karena kapal-kapal ini (Tiongkok) ternyata berbendera Indonesia. Mereka mengopi lisensi (izin berbendera Indonesia) tersebut. Yang membuat kita kesulitan, lisensi itu dikopi banyak Pak," kata Susi.

Sebelumnya, Susi mengaku telah menangkap 22 kapal penangkap ikan berukuran besar dari Tiongkok karena menyalahi aturan penangkapan ikan di perairan Indonesia. "Minggu sore kemarin, kami menangkap 22 kapal asal Tiongkok," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (8/12/2014).

Menurut dia, kapal-kapal itu diketahui berbobot hingga melebihi 300 gros ton (GT) dan sedang menangkap ikan di Laut Arafura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com