Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Indonesia Ubah Aturan Lindung Nilai

Kompas.com - 19/12/2014, 08:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Bank Indonesia mengenai aturan lindung nilai valuta asing untuk korporasi nonbank diperbaiki dengan memasukkan definisi penerimaan ekspor sebagai aset valuta asing. Perbaikan ini dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menjelaskan, ketentuan lindung nilai terkait dengan selisih antara kewajiban atau utang valuta asing (valas) dan aset valas. ”Awalnya, dengan tidak dimasukkannya penerimaan ekspor sebagai aset valas, perusahaan yang melakukan ekspor termasuk yang harus melakukan lindung nilai jika memiliki selisih dengan utang luar negeri. Padahal, eksportir sudah termasuk melakukan natural hedging karena memiliki penerimaan dalam valas,” kata Mirza, Kamis (18/12/2014).

Oktober lalu, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Nomor 16/20/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Peraturan itu mencakup tiga hal, yakni rasio lindung nilai, rasio likuiditas, dan peringkat utang.

Implementasi ketentuan itu dilakukan bertahap. Pada 1 Januari-31 Desember 2015, rasio lindung nilai ditetapkan sebesar 20 persen dari selisih negatif kewajiban valas dengan aset valas yang jatuh tempo dalam waktu enam bulan. Rasio ditambah 20 persen lagi sehingga menjadi 40 persen dari selisih negatif kewajiban dan aset valas pada tiga bulan sebelum jatuh tempo.

Rasio lindung nilai ditingkatkan menjadi masing-masing 25 persen mulai 2016 sehingga tiga bulan sebelum jatuh tempo, rasio lindung nilai menjadi 50 persen dari selisih negatif kewajiban valuta asing dan aset valas.

Tanpa ada klausul mengenai penerimaan hasil ekspor sebagai aset valas, eksportir bisa saja mengalami selisih negatif sehingga terkena kewajiban lindung nilai. Secara sederhana, lindung nilai dilakukan melalui kontrak pembelian valas dengan harga tertentu untuk waktu tertentu.

Permintaan

Kontrak pembelian ini tidak terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar di pasar valas. Walaupun demikian, permintaan valas akan tetap meningkat jika rasio lindung nilai tidak disesuaikan. Utang luar negeri swasta pada Oktober 2014 mencapai 161,291 miliar dollar AS, tumbuh 15,1 persen selama setahun. Utang swasta sudah mencapai 54,8 persen dari total utang luar negeri Indonesia.

Aturan itu akan melindungi korporasi dari risiko nilai tukar, terutama ketika terjadi pelemahan nilai tukar rupiah. Setelah melemah karena sentimen pasar global, rupiah kembali menguat dalam dua hari terakhir. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada Kamis menguat ke Rp 12.586 per dollar AS setelah melemah hingga Rp 12.900 per dollar AS pada Selasa.

Disambut

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton J Supit menyambut baik revisi peraturan Bank Indonesia mengenai ketentuan lindung nilai itu. ”Penerimaan ekspor itu memang sebaiknya diakui sebagai aset valas milik eksportir. Jika suatu saat eksportir membutuhkan valas, dia tidak perlu mencari ke pasar valas sehingga mengurangi permintaan,” kata Anton.

Namun, Anton mengingatkan, masih banyak eksportir yang menyimpan valas dari penerimaan ekspor di luar negeri. Mereka justru membeli valas di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sehingga permintaan valas meningkat. (AHA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com