Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNP2TKI Menang Gugatan Perkara Hukum atas KTKLN

Kompas.com - 21/01/2015, 16:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memenangkan gugatan perkara yang diajukan oleh 5 orang Perwira Pelayaran Niaga Indonesia atas Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Kelima Perwira ini menggugat Surat Edaran Kepala BNP2TKI Nomor SE.11/PEN/IV/2014 tanggal 17 April 2014 tentang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang diwajibkan bagi TKI yang bekerja di Atas Kapal Berbendera Asing.

"Putusan Majelis Hakim Nomor 140/G/2014/PTUN-JKT tentang penolakan gugatan kelima orang Perwira Pelayaran Niaga Indonesia atas Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkrah)," ujar Deputi Penempatan BNP2TKI, Agusdin Subiantoro dalam pernyataan resmi Rabu (21/1/2015).

Agusdin mengatakan, bahwa Surat Edaran tentang KTKLN itu dikeluarkan karena adanya surat yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Laut kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Ham No. PK 302/1/3/DJPL.13 tanggal 27 Desember 2013 perihal Tidak Mempersyaratkan Kepemilikan KTKLN Bagi Pelaut/ Awak Kapal.

Ia menjelaskan, keluarnya surat Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Ham No. PK 302/1/3/DJPL.13 telah mendorong kelima Perwira Pelaut Niaga untuk menggugat Surat Edaran Kepala BNP2TKI tentang kewajiban KTKLN bagi TKI yang bekerja di Atas Kapal Berbendera Asing.

Padahal kewajiban KTKLN ini diamanatkan oleh UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, khususnya Pasal 62. TKI Pelaut, disebutkan dalam UU No. 39 tahun 2014 sebagai jabatan khusus sesuai bunyi pada pasal 28 dan akan diatur dengan Peraturan Menteri.

Namun karena para stakeholder seperti Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Jakarta dan Indonesian Fishery Manning Agency (IFMA) di lapangan menunggu terlalu lama keluarnya peraturan tentang TKI Pelaut, akhirnya pada 10 April 2013 Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat menerbitkan peraturan Nomor : PER-12/KA/IV/2013 tentang Tata Cara Perekrutan dan Perlindungan Pelaut Di Kapal Berbendera Asing.

Sidang gugatan ini juga dihadiri beberapa organisasi memberi pernyataan sebagai Saksi ahli di kedua pihak baik Penggugat maupun Tergugat (Baca: BNP2TKI). Saksi Ahli dari Tergugat, yang menyatakan pentingnya KTKLN bagi TKI termasuk TKI Pelaut Perikanan yang bekerja di Atas Kapal Berbendera Asing dihadiri oleh KPI Jakarta, KPI Cabang Bali, IFMA, dan saksi dari keluarga TKI Pelaut yang meninggal asal Bali atas nama I Nyoman Gede Bagiada (46).

Nyoman yang bekerja di kapal pesiar sebagai tukang masak ini meninggal karena menceburkan diri di laut pada Januari 2014 dan pada saat hendak diurus asuransinya tak ada satu dokumen pun yang dimiliki oleh pihak keluarga. Keluarganya hanya ingat waktu mau berangkat Nyoman pernah mengurus KTKLN di BP3TKI Denpasar. Karena itu, berbekal KTKLN, akhirnya BP3TKI Denpasar bisa mengurus asuransinya dan ahli waris mendapatkan sebesar Rp 1,33 miliar dari perusahaan kapal pesiar Amerika Serikat yang mempekerjakannya.

"Kedua saksi ahli dan keluarga TKI menyatakan KTKLN penting baik sebagai identitas TKI maupun instrumen untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi TKI Pelaut selama ini," papar Agusdin.

Menurut Agusdin, KTKLN merupakan kartu identitas bagi TKI, termasuk pelaut, sebagai bukti telah memenuhi prosedur untuk bekerja ke luar negeri dan berfungsi sebagai instrumen perlindungan. Dengan memiliki KTKLN maka bisa mengidentifikasi pelaut kita, baik pada masa pra penempatan, selama bekerja di luar negeri, maupun pasca penempatan setelah selesai kontrak dan pulang ke tanah air.

Kelima Perwira Niaga itu beralasan, dengan adanya kewajiban memiliki KTKLN bagi TKI Pelaut Perikanan hal itu telah menghilangkan kesempatan bekerja ke luar negeri karena banyak TKI yang ditolak berangkat karena ketika di bandara tidak membawa KTKLN. Karena dalam Surat Edaran BNP2TKI dimaksud Para Penggugat diwajibkan memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang proses kepemilikannya dikenakan biaya, menambah panjang birokrasi dan mengeluarkan uang/biaya tambahan untuk pembuatan KTKLN yang sebenarnya tidak diperlukan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2008 tentang Pengesahan ILO Convention 185 Concerning Revising The Seafarers Identity Documents Convention. Namun alasan tersebut tidak diterima oleh Majelis Hakim, sehingga gugatan mereka di tolak.

Terkait soal biaya KTKLN, Agusdin mengatakan bahwa KTKLN itu diberikan secara gratis. Kalaupun ada biaya hal itu merupakan biaya asuransi TKI dan bukannya biaya dalam pembuatan KTKLN.

Putusan tentang ditolaknya gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk verkaard) itu dinyatakan oleh Hakim Ketua Majelis Haryati SH, MH., dan H. Husban, SH, MH, dan Elizabeth E.E.H.L dan Tobing, S.H, M.Hum masing-masing sebagai Hakim Anggota diputuskan pada Kamis 21 November 2014. Putusan ini diucapkan pada sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis 4 Desember 2014 oleh Majelis Hakim yang sama dengan dibantu oleh Dra. Eni Nureni sebagai Panitera Pengganti pada Tata Usaha Negera Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com