Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Layanan Taksi Uber

Kompas.com - 01/02/2015, 22:49 WIB

KOMPAS.com - Belum genap setahun beroperasi di Indonesia, Uber kembali meluncurkan layanan terbarunya yakni UberX di Jakarta. Perusahaan asal Amerika Serikat ini percaya diri dengan pasar di Indonesia. Tak hanya Jakarta, Uber juga akan menyasar beberapa kota-kota besar di tanah air.

Meski sudah mengantongi izin dari Kementrian Komunikasi dan Informatika, layanan taksi Uber ini masih menuai kontroversi di dunia. Beberapa kota di dunia, terutama Eropa, melarang Uber beroperasi. Salah satu alasan utamanya adalah aspek keamanan.

Kasus teranyar, seorang wanita di India mengajukan gugatan di pengadilan AS lantaran mengalami pelecehan seksual dari sopir taksi Uber. Wanita berusia 26 tahun itu menuduh Uber gagal menjamin keselamatan penumpang.

Belakangan, sejak Desember lalu, pemerintah India melarang operasional Uber dan beberapa perusahaan taksi lain yang berbasiskan aplikasi di gadget. Alasannya, Uber belum bisa memenuhi syarat menyeleksi pengemudi dan keamanan transaksi penggunaan kartu kredit.

Namun, Uber tak menyerah. Perusahaan ini mengajukan permohonan izin untuk mengoperasikan layanan taksi. "Meski peraturan taksi saat ini tidak berlaku untuk agregator teknologi, kami tidak memiliki pilihan lain," ujar Jurubicara Uber, seperti dikutip dari The Telegraph.

Selain India, China mengumumkan larangan nasional kepada pemilik mobil pribadi untuk menggunakan layanan Uber. Ribuan sopir taksi di Shenyang, China, mogok pada 5 Januari lalu, untuk memprotes kendaraan yang tak memiliki lisensi tetapi menyediakan layanan taksi menggunakan aplikasi di ponsel pintar.

Larangan ini berlaku di Beijing, Suzhou, Shenzhen, Nanjing, Shanghai dan Shenyang. Sopir yang melanggar peraturan ini akan dikenai denda hingga 20.000 yuan.

"Larangan Uber di China adalah produk yang sama dengan di Amerika Serikat yakni protes dari perusahaan taksi tradisional," ujar Wallace Hopp, profesor Ilmu Bisnis dan Teknologi University of Michigan Ross School of Business, seperti dilansir Bloomberg.

Di wilayah Asia, tidak hanya India dan China yang melarang pengoperasian layanan Uber. Thailand dan Korea Selatan juga melarang taksi Uber. Bahkan, kejaksaan di Korea Selatan menggugat pendiri Uber, Travis Kalanick dan sekondannya dengan tuduhan mengoperasikan layanan taksi ilegal. Adapun di Eropa, layanan taksi Uber ini lebih dulu dikecam. Uber dilarang di Jerman, Belanda dan Spanyol karena masalah keamanan dan persaingan.

Begitu juga di Denmark dan Norwegia, yang banyak menerima keluhan terhadap layanan Uber. Kementrian Dalam Negeri Perancis juga telah melarang layanan transportasi UberPop sejak 1 Januari 2015 untuk menghindari persaingan tidak sehat.

Regulator khawatir sopir UberPop tidak memiliki asuransi kendaraan komersial yang dibutuhkan. Kendati menghadapi sejumlah hambatan di Eropa, Kalanick berusaha supaya Uber diterima.

Makanya, dalam pertemuan dengan Komisi Eropa pada 22 Januari lalu, Kalanick menjanjikan 50.000 pekerjaan jika kota-kota besar seperti Milan dan Madrid mengubah regulasi dan memberikan kesempatan operasional layanan pesan kendaraan itu.

Ia mencontohkan, Uber mampu menciptakan 35.000 pekerjaan di San Francisco, London, dan Paris sejak tahun 2010. Kalanick juga menjanjikan Uber akan mendongkrak penjualan mobil di Eropa karena masyarakat mulai beralih menggunakan transportasi umum.

"Kami ingin supaya pada tahun 2015 ini bisa membangun kemitraan yang baru dengan kota-kota di Eropa," ujar Kalanick. (Fitri Nur Arifenie)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com