Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iuran Pensiun BPJS 8 Persen, Dapen Swasta Ancam Bubarkan Diri

Kompas.com - 21/04/2015, 10:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri dana pensiun swasta dipastikan bakal kebakaran jenggot dengan diberlakukannya pungutan 8 persen untuk program pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Makanya, Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) merekomendasikan tiga usulan kepada pemerintah.

Usulan pertama, kata Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK, pemerintah hendaknya fokus mengoptimalkan dana kepesertaan program jaminan hari tua yang sudah berlangsung sejak 1992. Sebab, dari 63 juta pekerja sektor formal, baru 15 juta atau 24 persen yang baru ikut serta. "Itu saja (jaminan hari tua) tidak optimal, mengapa harus membebani pemberi kerja dan pekerja dengan kebijakan baru, iuran baru?" kata Nur, Senin (20/4/2015).

Kedua, jika pemerintah tetap memaksakan iuran pensiun diwajibkan, sebaiknya jumlah pungutan diturunkan di bawah 2 persen dan meningkat secara bertahap.

Alasannya, iuran jaminan hari tua sebesar 5,7 persen saja tidak seluruh peserta membayar. Apalagi kalau ditambah dengan iuran baru sebesar 8 persen. Pemberi kerja dan pekerja yang belum membayar jaminan hari tua pasti akan kaget dengan iuran total 13,7 persen.

Usulan ketiga, adalah menunda program iuran pensiun ini. Asosiasi menilai, pemberlakuan program jaminan pensiun terlalu terburu-buru.

"Tak banyak pekerja yang memahami bahwa iuran pasti dengan manfaat pasti baru bisa diperoleh tahun 2030 atau 15 tahun setelah membayarkan iuran," imbuh Suheri, Pelaksana Tugas Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI).

Akan bubarkan diri

Wajar jika pelaku dana swasta ketar-ketir terhadap program dana pensiun BPJS Ketenagakerjaan ini. Sebab, bisnis dana pensiun akan terganggu.

Dengan adanya program iuran wajib ini, industri dana pensiun swasta meramalkan pertumbuhan dana pensiun swasta bakal negatif. Padahal, dalam lima tahun terakhir, dana kelolaan dapen swasta rata-rata tumbuh 20 persen saban tahunnya.

"Kami perkirakan tadinya tumbuh 20 persen, tetapi dengan jaminan pensiun kami kira bisa minus," jelas Nur Hasan tanpa menyebut seberapa besar pertumbuhan dapen swasta bakal terkoreksi.

Tak heran jika dapen swasta meluncurkan protes keras kepada pemerintah. Bahkan ADPI dan Perkumpulan DPLK siap membubarkan diri dan menghentikan kepesertaan jika pemerintah bersikeras.

Menurut Suheri, besaran iuran yang dipatok memberatkan pemberi kerja dan pekerja. Tanpa jaminan pensiun saja, beban kesejahteraan pekerja sudah mencapai  18,24 persen - 20,74 persen. Ditambah jaminan pensiun, beban kesejahteraan berpotensi meningkat menjadi 26,24 persen- 28,74 persen.

Tentu saja, bagi pekerja yang tidak sanggup lagi menanggung beban akan memilih program wajib BPJS Ketenagakerjaan dan melepas kepesertaan dapen swasta yang sifatnya sukarela.

Sementara, di sisi lain, Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPKK) memiliki kewajiban tetap membayarkan kewajiban kepada pensiunan setiap bulan. "Iuran tidak ada, bagaimana bisa berbisnis," kata Suheri. (Christine Novita Nababan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com