Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaminan Pensiun BPJS Harus Selaras dengan Dana Pensiun Swasta

Kompas.com - 17/04/2015, 12:00 WIB
Tri Wahono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Penerapan Jaminan Pensiun yang akan dilakukan mulai 1 Juli 2015 secara nasional sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih menjadi perdebatan.

Di satu sisi, jaminan pensiun bersifat wajib dan harus diberikan pekerja kepada seluruh karyawan. Hal ini untuk memberikan jaminan masa tua bagi setiap orang yang bekerja di sektor formal.

Namun, di sisi lain, saat ini sudah berjalan program dana pensiun yang dikelola secara independen oleh perusahaan maupun lembaga keuangan namun bersifat sukarela. Jika tidak diatur dengan baik, hal tersebut bisa berdampak terhadap iklim investasi dan bisnis secara umum.

"Kita berharap program dana jaminan hari tua ini bisa selaras dengan dana pensiun swasta. Caranya, iuran disesuaikan agar ada ruang bagi perusahaan untuk membayar iuran sesuai aturan yang ditetapkan," kata Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan, Otoritas Jasa Keuangan Heru Juwanto di Jakarta, Kamis (16/4/2015).

Ia mengatakan, OJK menampung sejumlah pertanyaan dari banyak perusahaan mengenai rencana penetapan angka 8 persen gaji setiap karyawan yang harus dibayarkan perusahaan untuk iuran jaminan pensiun, dan dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Jika dana yang dikeluarkan perusahaan yang telah memiliki program dana pensiun ternyata lebih besar, program terancam bubar karena perusahaan kemungkinan besar memilih jaminan pensiun yang iurannya lebih kecil.

"Karena jaminan pensiun program baru, maka sebaiknya dimulai dengan iuran yang kecil. Kalau dimulai denga iuran kecil, kemungkinan friksi akan lebih mudah ditekan," ujar Heru. Menurutnya, sebaiknya diatur agar memungkinkan iuran naik secara bertahap dan tidak langsung 8 persen.

Selain itu, nilai iuran yang besar sementara manfaat yang diperoleh pekerja baru dirasakan mulai 2030, akan menjadi sorotan. Untuk apa pemerintah menumpuk uang selama 15 tahun. Harus dipertimbangkan risiko kemungkinan investor berpikir ulang jika dibebani kewajiban besar sejak awal.

Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur jaminan pensiun tersebut. Menurut Heru, saat ini yang sudah diputuskan bersaam dalam RPP adalah manfaat jaminan pensiun sebasar 1 persen x masa iuran x upah. Namun, manfaat tetap ini baru dapat diterima jika masa iuran minimal 15 tahun sehingga baru dirasakan tahun 2030.

Sementara untuk besar iuran menurut Heru saat ini belum diputuskan walaupun sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan hasil rapat telah menentukan 8 persen.

Selain itu, telah ditetapkan pula bahwa masa pensiun adalah 56 tahun. Peraturan ini akan segera ditandatangani Presiden dan berlaku 1 Juli 2015.

Jaminan pensiun adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan SJSN diatur dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Pengelolaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS.

SJSN terdiri atas Jaminan Kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan serta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com