Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dibohongi Rusal?

Kompas.com - 28/05/2015, 09:40 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Perusahaan aluminium asal Rusia, UC Rusal, tiba-tiba ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir ini. Pasalnya, perusahaan itu disebut-sebut oleh pengamat ekonomi Faisal Basri memiliki pengaruh besar sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang ekspor bauksit pada 2014 lalu.

Namun, rupanya tak hanya Faisal yang menaruh curiga dengan UC Rusal. Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan bahkan menyebut perusahaan asal Rusia itu telah membohongi pemerintah.

Hal itu, kata dia, merujuk kepada proyek pembangunan smelter alumina yang tak kunjung terealisasi hingga saat ini di Kalimantan Barat. Padahal, 9 November 2013, Chief Executive Officer (CEO) En Group dan United Company (UC) Rusal, Oleg Deripaska, menyambangi kantor Hatta Rajasa yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.

Bahkan, seusai pertemuan dengan Hatta Rajasa saat itu, Rusal mengaku siap menanamkan investasi senilai 6 miliar dollar AS untuk membangun smelter bauksit ke alumina, dan dari alumina menjadi aluminium.

"Dan, terakhir kalau masih ingat ada penandatanganan MoU Rusal untuk membuat smelter alumina di Kalbar. Sampai sekarang saya belum pernah mendengar progres ini berjalan, jadi ini pemerintah itu tampaknya dibohongi oleh investor alumina (UC Rusal)," ujar Erry Sofyan dalam acara "Kompasiana Seminar Nasional tentang Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia" di Jakarta, Senin (25/5/2015).

Sebenarnya, gelagat tak beres Rusal bukan kali pertama terjadi. Faisal Basri mengungkapkan, Rusal sempat menandatangani MoU dengan PT Aneka Tambang (Antam) untuk pengembangan deposit bauksit pada 2007.

Mereka sepakat menggelar studi kelayakan pada 2008, tetapi semua rencana itu macet. Kemudian, lima tahun berselang, tepatnya pada September 2012, UC Rusal juga mengungkapkan rencana investasi di Indonesia.

Saat itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan bahwa perusahaan berbasis di Rusia itu akan masuk ke Indonesia dan membangun smelter bauksit. Untuk memuluskan rencana itu, Rusal bakal menggandeng perusahaan tambang di dalam negeri. MS Hidayat mengungkapkan, Rusal berencana menanamkan investasi sebesar 1,5 miliar dollar AS untuk mengolah bauksit menjadi alumina.

Namun, lagi-lagi itu cuma janji. Hingga akhirnya rombongan asal Rusia menyambangi Kantor Menko Perekonomian saat itu, Hatta Rajasa, pada 2013. Hingga puncaknya, Rusal meneken kesepakatan (MoU) dengan PT Arbaya Energi (Satmarindo Group) untuk eksplorasi dan pertambangan bauksit. Namun, sampai saat ini realisasi rencana pembangunan smelter bauksit tak kunjung ada.

Bahkan, Faisal sempat bilang bahwa rencana Rusal membangun smelter itu hanya bagian dari strategi Rusal menaikan harga alumunium mereka dipasar internasional. Hal itu lantaran Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan melarang ekspor bauksit yang merupakan bahan pembuat alumInium.

Sekitar 40 juta ton bauksit per tahun dari industri dalam negeri untuk pasar internasional menghilang. Dampaknya, harga aluminum Rusal naik dan sahamnya pun melejit.

Baca juga: Faisal Basri Tuding Hatta Rajasa Biang Keladi Kekacauan Industri Bauksit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com