"Kemarin diumumkan 4,73 persen (pertumbuhan ekonomi). Itu artinya 1 persen di bawah target yang kita harapkan," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Menurut Wapres, faktor ekonomi global masih menjadi penyebab utama belum tembusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 5 persen. Harga komoditi misalnya minyak kelapa sawit dan batubara pun masih dalam kondisi terpuruk setelah harganya jatuh akibat permintaan yang berkurang.
"Maka itu dalam kondisi seperti ini, daerah-daerah yang pertama kena perlambatan ekonomi adalah daerah penghasil utama komoditas, seperti mineral, atau perkebunan. Karena itu, Kalimantan dan Sumatera yang pertama kena akibat turunnya harga batu bara, CPO, karet dan sebagainya," kata JK.
Meski begitu pemerintah tak tinggal diam. Tutur Wapres, penurunan ekspor Indonesia akibat anjloknya permintaan barang komoditas harus dibarengi dengan penurunan impor barang. Bila tidak, defisit neraca perdagangan Indonesia akan kian membesar.
Meski begitu, pemerintah juga memikirkan cara agar kebutuhan barang impor bisa dikurangi. Salah satu jalannya yaitu pemerintah memberikan banyak insentif kepada semua pelaku usaha, sembari berharap produksi akan meningkat sehinggga kebutuhan masyakarat bisa dipenuhi oleh produk dalam negeri.
Berbagai produk impor itu misalnya makanan, beras, jagung, kedelai, dan barang-barang industri.
"Berarti ini harus dikurangi dengan cara memproduksi lebih banyak di dalam negeri karena pasar dalam negeri cukup besar. Nah apa yang harus ditingkatkan? (Misalnya) Meningkatkan produksi pertanian yang selama ini kita impor, bagaimana swasembada pangan, jagung, kedelai, gula, dan sebagainya," ucap Wapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.