Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Satu Juta Barrel

Kompas.com - 29/12/2015, 22:47 WIB
KOMPAS.com - Susilo Bambang Yudhoyono, saat menjabat Presiden RI, menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012. Instruksi itu menyebutkan agar jajaran pejabat di bawahnya, ia sebut sebanyak 15 jabatan, mendorong pencapaian produksi minyak 1,01 juta barrel per hari pada 2014. Faktanya, instruksi itu tak pernah terwujud hingga kini.

Berdasarkan laporan tahunan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi minyak bumi nasional pada 2012 sebanyak 762.000 barrel per hari (bph). Pada 2013 justru turun menjadi 727.000 bph.

Lalu, pada 2014 meningkat menjadi 795.000 bph. Selanjutnya, pada 2015 menjadi 787.000 bph. Realisasi itu selalu di bawah target yang ditetapkan APBN setiap tahun berjalan.

Menyikapi kondisi tersebut, para ahli di bidang perminyakan berpendapat, kondisi alamilah yang membuat target produksi minyak sulit tercapai.

Usia sumur-sumur minyak kita sudah (sangat) tua, di atas 30 tahun. Sebagian menyebutkan, beberapa sumur adalah warisan dari era kolonial Belanda. Tentu saja, cadangannya sudah menipis lantaran sudah dikuras sejak puluhan tahun lalu.

Ada juga yang berpendapat, target sulit tercapai akibat kegiatan eksplorasi minyak di Indonesia yang sangat minim. Eksplorasi adalah kegiatan mencari sumur-sumur minyak baru untuk menambah cadangan.

Belakangan ini, kegiatan eksplorasi yang minim dikaitkan dengan harga minyak dunia yang anjlok. Ongkos eksplorasi, yang tak murah, dianggap tidak relevan dengan harga minyak saat ini yang menyentuh angka di bawah 40 dollar AS per barrel. Padahal, tahun lalu, harga minyak masih 100-an dollar AS per barrel.

Yang tak boleh diabaikan adalah pendapat yang menyebutkan model birokrasi di Indonesia turut berperan menghambat usaha mencapai target-target produksi minyak bumi. Perizinan menjadi batu sandungan bagi investor dalam usaha mencari sumur minyak baru ataupun saat hendak menguras minyak. Ada 341 izin yang harus diurus dari 17 instansi, baik instansi di pusat maupun di daerah.

Pengalaman salah seorang pelaku bisnis minyak di Indonesia menggambarkan keruwetan birokrasi di Indonesia dalam bisnis tersebut. Sejak mengajukan izin hingga benar-benar bisa berproduksi, diperlukan waktu 10-15 tahun.

Izin yang tumpang tindih, atau bahkan hal-hal sepele tetapi mengganggu, telah menguras banyak waktu dan tenaga. Biaya juga terkuras karena pengurusan segala hal itu tidak cuma-cuma.

Di masa pemerintahan sekarang, dibentuklah Komite Eksplorasi Nasional yang dipimpin Andang Bachtiar. Salah satu tugas utama komite ini mengurai sumbatan di lapangan dalam rangka menggiatkan kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan-cadangan minyak baru. Komite ini sudah memberikan rekomendasi kepada pemerintah kendati nyaris tak ada hal baru dalam rekomendasi tersebut.

Sesungguhnya, dalam hal ini, sumber daya kita tidaklah kurang. Indonesia juga punya banyak ahli di bidang perminyakan. Sudah banyak juga rekomendasi yang diberikan. Begitu pula sudah banyak regulasi pendukung.

Lalu, apa yang kurang? Eksekusi. Kalau sudah ditemukan akar masalah dan sudah ada rekomendasi, apa lagi kalau bukan masalah eksekusi?

Namun, tetap saja ada yang berkilah, teori tak semudah praktik di lapangan. Betul. Akan tetapi, kalau teori sudah dibuat bertahun-tahun lalu-yang hingga kini tak direalisasikan-artinya memang ada masalah bagi si pembuat teori ataupun yang bertanggung jawab dalam eksekusi.

Dengan berbagai kondisi dan masalah tersebut di atas, target 1 juta barrel per hari itu barangkali hanya akan menjadi instruksi di atas kertas. Bisa jadi, hanya sekadar mimpi. (Aris Prasetyo)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Desember 2015, di halaman 17 dengan judul "Mimpi Satu Juta Barrel".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com