Sementara bursa saham di Asia Tenggara berguguran karena sentimen perlambatan ekonomi di kawasan tersebut.
Dilansir dari CNBC, indeks komposit Shenzhen mencetak pertumbuhan tertinggi di bursa saham Asia.
Indeks bursa Shenzhen mencetak gain sebesar 64 persen di 2015 lalu.
Meski indeks ini kalah populer dengan indeks bursa Shanghai, tetapi kinerja perusahaan-perusahaan berskala kecil di sektor kesehatan, internet dan teknologi cukup memuaskan sehingga mendongkrak pergerakan indeks bursa Shenzhen.
Indeks bursa Selandia Baru atau NZX 50 berada di urutan kedua dengan kenaikan 14 persen.
Indeks NZX 50 menguat ditopang kinerja industri susu yang mulai pulih.
Pada lelang terakhir tahun 2015 yakni 15 Desember, harga susu Selandia Baru naik 2 persen menjadi 2,458 dollar AS per ton.
Kurs yang menguat juga mengangkat indeks Selandia Baru. Sepanjang bulan lalu, nilai tukar dollar Kiwi menguat 5 persen terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Sementara, kinerja indeks bursa Shanghai dengan kenaikan hampir 9 persen menduduki urutan ketiga tertinggi.
Program pembelian saham oleh Pemerintah China mampu mendongkrak lagi indeks bursa Shanghai yang sempat jatuh.
Sedangkan, indeks Nikkei 225 Jeoang berada di posisi keempat dengan kenaikan 9,3 persen dan diikuti oleh indeks bursa Vietnam yang tumbuh 6 persen tahun lalu.
Pasar saham di Asia ini masih lebih baik ketimbang AS dan Eropa.
Kinerja indeks S&P paling moncer di AS dengan kenaikan 0,22 persen.
Di Eropa, kenaikan tertinggi adalah indeks DAX Jerman sebesar 9,56 persen.