"BI melakukan asesmen, melihat kesiapan industri. Jangan sampai ongkosnya terlalu berat. Kalau 119 juta kartu ATM/Debit serentak harus migrasi ke chip ongkosnya terlalu besar. Akhirnya bisa ada gangguan di pasar," kata Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Farida Paranginangin di Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan bank sentral, ada beberapa persoalan yang menyebabkan bank belum siap mengimplementasikan teknologi chip pada kartu ATM/Debit. Misalnya, beberapa bank masih memiliki mesin ATM yang belum bisa membaca chip.
"Ada bank yang mesin ATM-nya masih "jadul," belum bisa baca chip. Ada bank yang jumlah nasabah pemegang kartu ATM/Debit-nya banyak sekali dan tersebar. Kalau mau ganti ke chip harus disampaikan ke nasabah, sehingga waktu yang dibutuhkan bukan hanya untuk cetak kartu tapi juga menyampaikan ke nasabah," jelas Farida.
Di samping itu, kata Farida, BI pun mengetahui ada pula beberapa bank yang sudah mencetak kartu ATM/Debit dengan chip, namun masih dijadikan stok. Kartu tersebut belum dipakai lantaran belum semua mesin ATM yang dimiliki bank mampu membaca chip.
Dengan demikian, ujar Farida, bank sentral dapat menyimpulkan kesiapan bank dalam mengimplementasikan teknologi chip pada kartu ATM/Debit masih amat minim. Sehingga, penyesuaian batas waktu menjadi relevan, namun BI tetap mendorong bank untuk segera melakukan penyesuaian baik kartu dan sarana penunjang lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.