Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Belum Kaji Usulan Insentif untuk Industri Migas

Kompas.com - 16/02/2016, 19:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir dua pekan sejak kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) mengajukan sejumlah usulan untuk meringankan industri hulu migas, hingga saat ini Kementerian Keuangan belum juga menggelar rapat baik internal maupun lintas kementerian untuk membahas opsi-opsi insentif yang akan diberikan.

"Belum dibahas di internal. Kalau agenda (lintas kementerian) tanya kantor sebelah (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)," kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani di  Jakarta, Selasa (16/2/2016).

Ketika ditanyakan kemungkinan perubahan skema bagi hasil di industri migas, Askolani belum mau berkomentar.

"Kita tidak bisa berandai-andai. Kita belum ada info sama sekali. Seharusnya kan kalau mau ada usulan tentunya akan dikaji dulu oleh Kementerian Keuangan," jelas Askolani.

Usulan insentif untuk industri migas perlu dikaji oleh Kemenkeu, sebab hal tersebut akan berdampak langsung terhadap fiskal.

Selain itu, kata Askolani, insentif yang diberikan harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Sebelumnya, Deputi III Pengelolaan Energi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna mengatakan, pemerintah tengah mengkaji kemungkinan perubahan skema bagi hasil produksi minyak dan gas dengan KKKS.

Menurut Montty, perubahan skema bagi hasil bertujuan untuk membantu industri migas yang kini tengah terpukul akibat anjloknya harga minyak mentah dunia.

"Pada harga minyak mentah yang tinggi saja, produksi KKKS terus menurun, apalagi dengan kondisi harga minyak mentah yang drop seperti saat ini," kata Montty.

Karena itu, kata Montty, pemerintah perlu memberikan insentif untuk menggairahkan kembali industri hulu migas.

Ketika ditanyakan insentif apa yang paling mungkin dilakukan, Montty mengatakan pemerintah perlu mengubah skema bagi hasilnya.

Saat ini, bagi hasil untuk minyak adalah 85 persen untuk pemerintah dan 15 persen untuk kontraktor.

Terkait insentif perpajakan yang diusulkan perusahaan-perusahaan migas, Montty menerangkan hal tersebut mustahil dilakukan melihat realisasi penerimaan negara yang turun.

Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan, pemerintah bisa melakukan banyak agar industri hulu migas bisa bertahan dari harga minyak mentah yang jatuh saat ini. Ia mengusulkan perlunya perubahan skema bagi hasil (production split).

(Baca: Kontraktor Kesulitan, Pemerintah Kaji Perubahan Skema Bagi Hasil Produksi Migas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com