JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam pernyataannya, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) mempertahankan peringkat Indonesia pada level BB+ atau outlook positif.
Padahal, sebagian pihak menilai Indonesia berhak memperoleh peningkatan peringkat investment grade alias layak investasi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyatakan, pada dasarnya rasio makroekonomi Indonesia sudah bagus, yang dapat digunakan acuan oleh S&P.
Ini terbukti dari keberhasilan Indonesia mengendalikan defisit transaksi berjalan, utang luar negeri swasta maupun pemerintah, dan inflasi.
"Rasio-rasio makroekonomi membaik. Sehingga, wajar kalau pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia mengharapkan S&P memberi rating investment grade," jelas Mirza di Jakarta, Kamis (2/6/2016).
S&P, ujar Mirza, adalah satu-satunya lembaga pemeringkat internasional yang belum kunjung memberikan peringkat investment grade bagi Indonesia.
Adapun dua lembaga pemeringkat lainnya, yakni Moody's dan Fitch Ratings, sudah sejak lama memberikan peringkat prestisius itu kepada Indonesia.
"Pemerintah dan BI sudah memberikan data dan informasi lengkap terkait berbagai regulasi agar S&P yakin untuk memberi rating investment grade ke Indonesia. Kemudian hasilnya ternyata rating belum di-upgrade," terang Mirza.
Meski demikian, Mirza mengingatkan bahwa S&P menyatakan bakal meninjau ulang peringkat tersebut dalam waktu 6 bulan. Hal-hal yang ditinjau oleh S&P pula antara lain terkait aspek fiskal dan situasi perbankan.
"Jadi dalam 6 bulan ini kita semua harus berusaha agar fiskal kita terus perkuat sesuai pesan S&P. Situasi ekonomi membaik dan kondisi perbankan mudah-mudahan membaik meski kredit memang masih rendah pertumbuhannya. Tetapi, dengan situasi yang sudah stabil permintaan kredit juga muncul," ungkap Mirza.