Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daging Sapi Beku Kurang Diminati Masyarakat, Ini Alasannya

Kompas.com - 11/06/2016, 13:49 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyatakan daging sapi beku milik pemerintah kurang diminati oleh masyarakat.

Inilah yang menjadi salah satu penyebab harga daging sapi masih mengalami kenaikan.

Ketua umum IKAPPI Abdullah Mansyuri mengatakan alasan daging sapi beku kurang diminati karena selera konsumen di Indonesia secara umum tidak terbiasa dengan daging sapi beku, tapi lebih suka daging sapi segar.

Akibatnya daging sapi beku sepi peminat, tidak laku.

"Selain itu, daging sapi beku memiliki kandungan air yang terlalu tinggi, bisa mencapai 20-30 persen. 1 kg daging sapi beku, sebenarnya volume dagingnya hanya 7-8 ons saja. Karena yang 2-3 ons adalah berisi air. Jadi harga daging sapi beku sebenarnya tidak murah, dan bahkan merugikan konsumen karena mengalami penyusutan volume," kata Abdullah ketika diwawancarai Kompas.com, Jakarta, Sabtu (11/6/2016).

Lanjut, Abdullah menuturkan konsumen juga cenderung ragu dengan higienitas daging beku.

Karena minimnya informasi tentang waktu pemotongan dan tata cara pemotongan yang membuat konsumen ragu untuk membeli daging beku tersebut.

Selain itu, katanya, daging sapi beku juga cenderung merugikan pedagang pasar tradisional.

Karena pedagang tidak mempunyai lemari pendingin (cold storage), untuk menyimpan daging sapi beku.

"Jika dijual secara terbuka daging sapi beku hanya tahan maksimal 3 jam saja. Lebih dari itu akan mencair, dan merusak kualitas daging," ucap Abdullah.

Karenanya, Abdullah meminta kepada pemerintah untuk mensosialisakan asal mulai daging beku ini, sehingga masyarakat bisa memahami dan berminat untuk membeli.

Ia juga meminta kebijakan pemerintah jangan hanya jangka pendek seperti jika harga daging sapi naik baru lakukan impor dan operasi pasar.

"Yang kami minta adalah jangka panjang bukan jangka pendek, seperti perbanyak konsumsi dalam negeri, pendataan diperbarui, budidaya lokal itu juga harus dimaksimalkan," pungkas Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com