JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan penyedia layanan transportasi online Grab Indonesia menilai peraturan mengenai pembatasan kuota armada taksi online tidak tepat.
Menurut Grab, hal itu dapat merugikan perusahaan aplikasi, mitra pengemudi, dan pelanggan. Selain itu, pembatasan kuota ini juga dapat membatasi akses publik terhadap layanan transportasi yang aman dan nyaman.
"Pembatasan kuota ini membuat kompetisi dimatikan, kemajuan dihambat. Lebih dari itu, proses birokrasi yang bertumpuk tidak fleksibel dan tidak bisa membaca pertumbuhan ekonomi secara cepat," ujar Managing Director Grab Indonesia Rizdki Kramadibrata, saat konferensi pers di Kantor Grab Indonesia Jakarta, Jumat (17/3/2017).
Menurut Ridzki, pembatasan kuota armada tidak mendukung ekonomi kerakyatan. Sebab, keberlangsungan mitra pengemudi taksi online akan terganggu.
Padahal, kata dia, keberlangsungan taksi online ini sangat bergantung pada mitra pengemudi itu sendiri. Artinya, perusahan aplikasi tidak akan jalan tanpa adanya mitra pengemudi.
"Bayangkan kalau dibatasi akan sulit mendapatkan layanan ini, kelangsung hidup mitra pengemudi akan bisa terancam, termasuk keluarga mitra keluarga itu sendiri," katanya.
Rizdki juga tidak sepakat dengan aturan mengenai balik nama Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dari pribadi menjadi milik perusahaan atau koperasi.
Menurut dia, kepemilikan atas nama perusahaan bertentangan dengan prinsip koperasi. "Kalau koperasi kan kepemilikan aset harus dimiliki anggotanya. Model bisnis sekarang juga berubah. Sekarang mitra pengemudi yang memegang kendali," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.