Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Penjatahan BBM Buruk Ketimbang Menaikkan Harga

Kompas.com - 25/08/2014, 12:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Penjatahan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diyakini bakal menimbulkan implikasi lebih buruk terhadap ekonomi dan sosial, ketimbang menaikkan harga.

“Pasti akan ada satu implikasi yang malah lebih buruk. Energi memang barang utama, orang tidak bisa bergerak tanpa energi,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati kepada Kompas.com, Senin (25/8/2014).

Pertama, jelas Enny, pengetatan penyaluran BBM bersubsidi riskan menimbulkan penimbunan. Kemungkinan ini besar terjadi di daerah-daerah yang jauh dari pengawasan Pertamina, dan di tingkat pengecer. Asal tahu saja, Pertamina hanya bisa melakukan pengawasan sampai tingkat SPBU.

Adanya penimbunan ini, menurut Enny lebih disebabkan kepanikan dari masayarakat pembeli akan ketersediaan pasokan yang dimanfaatkan oleh pengecer. Seiring dengan penimbunan tersebut, dampak kedua yang mungkin terjadi adalah kenaikan harga BBM bersubsidi di tingkat pengecer. Inilah yang disebutnya sebagai expected inflation.

“Yang jadi persoalan, harga BBM bersubsidi ini akan kembali mengulang 2012. Di mana harga enggak naik, tapi mengorong inflasi. Sudah pasti terjadinya di non SPBU (pengecer), karena mereka pun juga berjuang untuk mendapatkan jatah dari SPBU,” jelas Enny.

Memang, kata dia pengurangan BBM bersubsidi, bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, adalah dengan menaikkan harga, dan kedua dengan pengurangan kuantitas. Dia menilai, pengetatan distribusi lebih buruk dampaknya menaikkan harga.

“Namun, pengetatan kuantitas ini sangat riskan ketika pemerintah tidak bisa menegakkan law enforcement dan mengawasi jalur distribusi. Dan kedua, ketika tidak ada antisipasi dari pemerintah untuk menyediakan alternatif murah,” tegas Enny.

Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya memastikan tidak akan ada penimbunan. Dia bilang, jika penyalur BBM PSO (Public Service Obligation) melakukan penimbunan, maka pihak Pertamina akan mengambil langkah PHU atau Pemutusan Hubungan Usaha.

“Dari hari ke hari saya pribadi memonitor, berapa yang disalurkan. Jadi tidak ada kelangkaan. Yang terjadi adalah penyaluran BBM sesuai dengan kuota yang tersedia. Dan itu kita lakukan secara harian. Ini konsekuensi logis dari pengurangan PSO,” kata Hanung ditemui sebelum rapat dengan Kementerian ESDM dan Komisi VII, di DPR, Senin.

Namun, pengawasan Pertamina hanya sampai di tingkat SPBU. Hanung, hanya bisa berharap, di tingkat eceran di bawah SPBU tidak terjadi penimbunan akibat pengetatan penyaluran BBM PSO.

“Enggak terjadi, mestinya enggak terjadi. Jadi, Pertamina memastikan ketersediaan BBM PSO tersedia sesuai kuota yang diberikan pemerintah. Dan PSO itu kita siapkan dengan sangat cukup,” ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik menuturkan, penyaluran sampai pengecer juga perlu dikontrol. Namun Jero tidak menjelaskan bagaimana cara mengontrolnya.

“(Tapi) yang pasti psikologi masyarakat sudah terbentuk, sekarang. Pak Jokowi juga bilang kalau perlu kita naikkan, sekarang. Bagus lah asal kebaikan untuk rakyat,” kata  Jero.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com