Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunduknya Freeport dan Kembalinya Wibawa Pemerintah

Kompas.com - 19/01/2017, 14:54 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — PT Freeport Indonesia (PTFI) akhirnya bersedia mengubah skema Kontrak Karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan demikian, posisi Freeport tidak lagi setara dengan negara, tetapi berada di bawah negara. 

Keputusan Freeport tersebut diambil setelah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 12 Januari 2017 menghentikan ekspor mineral mentah. 

Tindakan tegas itu dilakukan pasca-gagalnya perusahaan-perusahaan tambang memenuhi komitmen pembangunan smelter (pengolahan mineral) seperti diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

(Baca: Freeport Bersedia Ubah Status Kontrak Karya Jadi IUPK, Apa Bedanya?)

Koordinator Indonesian Community for Energy Research (ICER) Iqbal Tawakal menyampaikan, keberhasilan pemerintah menundukkan Freeport ini melalui Peraturan Menteri ESDM 5/2017 dan 6/2017. 

Peraturan Menteri ESDM tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No 1/2017 tentang perubahan keempat atas PP No 23/2014 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menerbitkan dua peraturan menteri tersebut sebagai upaya dan solusi konkret untuk mengangkat kewibawaan pemerintah serta menjamin pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minerba. 

Penerbitan dua peraturan menteri tersebut juga menjamin dana bagi hasil untuk daerah, keberlangsungan kerja ribuan orang, serta kesempatan Pemerintah Indonesia untuk "mem-BUMN-kan" Freeport Indonesia dan perusahaan tambang asing lainnya dalam kurun waktu 10 tahun.

Dok. Kementerian ESDM Ekspor konsentrat

Menurut dia, penghentian ekspor mineral dari beberapa perusahaan pertambangan karena gagal memenuhi komitmen membangun smelter sebenarnya bukan hanya merugikan pihak perusahaan, melainkan juga merugikan pemerintah. 

Sebab, target penerimaan negara gagal tercapai.

"Hendaknya kita bijaksana serta bisa melihat apa-apa saja yang bisa kita dapatkan pasca-implementasi Permen yang merupakan win-win solution bagi pemerintah dan investor," ujar Iqbal dalam keterangan resminya, Kamis (19/1/2017).

Iqbal melanjutkan, kegagalan pembangunan smelter oleh perusahaan pertambangan di Indonesia disebabkan oleh sikap mereka yang masih setengah hati.

Namun, tidak hanya itu, kegagalan tersebut juga disebabkan ada hal-hal lain yang tidak bisa mereka kontrol, misalnya kebutuhan pasokan listrik yang cukup besar.

Iqbal pun mendorong semua stakeholder pertambangan untuk mendukung kebijakan pemerintah ini. Dia juga mengajak semua stakeholder untuk mendorong DPR segera membahas peraturan yang sejalan dengan aksi pemerintah ini.

"Jangan hanya mengurusi UU mengenai hajat politik saja yang didahului," kata Iqbal.

(Baca: Di Balik Kesediaan Freeport Akhiri Kontrak Karya)

Kompas TV Setoran Freeport ke Indonesia Terus Turun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com