Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Freeport "Ngotot" Soal Pajak?

Kompas.com - 26/02/2017, 19:30 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Negosiasi Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia masih alot. Padahal pemerintah sudah memberikan opsi agar perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tetap bisa ekspor konsentrat.

Opsi tersebut yaitu mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Namun Freeport enggan menerima status itu sebelum ada kepastian sistem perpajakan yang tetap (nail down) seperti ketentuan di KK.

Padahal menurut Direktorat Jenderal Pajak, Freeport justru bisa membayar pajak seusai sistem prevailing lebih rendah bila mengubah statusnya dari KK ke IUPK. Sebab pajak perusahaan tambang sedang mengalami trend penurunan.

Lantas mengapa Freeport begitu ngotot meminta pajak tetap?

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, permintaan Freeport tidak terlepas dari cara pandang bisnis jangka panjang.

"Perusahaaan dengan kontrak panjang dan investasi besar, (akan cenderung) memilih nail down supaya bisa membuat prediksi dan proyeksi (jangka panjang)," kata Yustinus kepada Kompas.com, Jakarta, Minggu (26/2/2017).

Perusahaan dengan kontrak panjang dan investasi besar justru dinilai akan kesulitan membuat prediksi dan proyeksi bisnis jangka panjang bila menggunakan pajak prevailing.

Sebab dengan sistem itu tarif pajak bisa berubah-ubah. Meski begitu bukan berarti tidak ada perusahaan besar yang menggunakan pajak prevailing.

Di sektor tambang, Newmont yang kini bernama Amman, juga menggunakan pajak prevailing. Kasus Amman ini tutur Yustinus, kerap dijadikan dasar untuk mempertanyakan mengapa Freeport tidak mau pajak prevailing.

Namun ia melihat ada perbedaan antara Freeport dan Amman. "Jawabannya, dan ternyata banyak pejabat enggak paham, karena Amman tidak membangun tambang bawah tanah yang butuh investasi besar, maka dia tidak perlu certainty jangka panjang," ujarnya.

Ia menyarankan pemerintah untuk tidak melihat persoalan Freeport dari sudut panjang penerimaan negara semata namun juga dari investasi. Harus ada pertimbangan lain yang dimasukan dalam komponen perhitungan kebijakan terkait pajak.

Pajak Freeport

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai keberatan PT Freeport Indonesia terkait persoalan pajak adalah hak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu.

Hanya, keberatan itu justru memunculkan pertanyaan."Saya kira mereka perlu menghitung ulang apakah benar (menjadi) IUPK menimbulkan beban pajak baru dan merugikan mereka?," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com