KOMPAS.com - Menghangatnya situasi diplomatik di Qatar membuat industri penerbangan di kawasan Teluk terganggu. Pimpinan Airbus Group, angkat bicara mengenai kekhawatirannya pada ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah.
Dikutip dari Reuters, Chief Executive Officer (CEO) Airbus Tom Enders mengatakan bahwa konflik di Qatar ini sebagai peringatan terjadinya "hard Brexit" pada operasional produsen pesawat terbang Inggris.
"Banyaknya gangguan dalam bangsa atau pasar, menjadi alasan utama kami untuk lebih fokus," kata Enders.
Merujuk pada blokade penerbangan Qatar oleh Arab Saudi dan sekutunya, Enders berharap konflik tersebut tak menjadi konflik berkepanjangan.
"Ini masalah yang berkembang pada industri kami dan banyak industri lainnya. Kami berharap, gangguan-gangguan ini tidak berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan," kata Enders.
Dia mengatakan, gangguan berkepanjangan dapat membuat Qatar menunda pembelian serta pengiriman pesawat terbang dari Airbus dan Boeing.
Airbus sebagai produsen pesawat terbang terbesar kedua setelah Boeing diperdebatkan, karena terlalu bergantung pada Timur Tengah.
"Saya berpikir, kawasan ini akan menjadi sangat penting dan relevan, bahkan memungkinkan untuk menghitung beberapa konsolidasi. Tidak ada yang mau (konflik) ini jadi berkepanjangan," kata Enders.
Enders pernah berbicara singkat saat hasil jajak pendapat yang mengejutkan mengenai kegagalan Perdana Menteri Britania Raya Theresa May untuk mempertahankan kekuasaannya.
Beberapa perusahaan menyebut situasi tersebut dengan "Hard Brexit", saat diterapkannya tarif perdagangan.
"Pemerintah Inggris memberi perhatian kepada pentingnya industri kedirgantaraan dan sangat menyadari apa yang dipertaruhkan," kata Enders.
(Baca: Giliran Maskapai Maroko Batalkan Penerbangan ke Qatar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.