Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Berharap Ada Kompensasi..

Kompas.com - 30/04/2014, 07:27 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang kenaikan tarif listrik untuk golongan i3 dan i4, pada 1 Mei 2014 ini, industri masih berharap pemerintah bisa mengupayakan kompensasi lain, guna membantu mengurangi beban produksi.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman, mengatakan, pelaku usaha hanya meminta kompensasi dalam bentuk peringanan cicilan kenaikan tairif, yang tadinya harus diselesaikan dalam Mei-Desember tahun ini, menjadi selama 4 tahun.

"Yang dibutuhkan itu diperingan menjadi 4 tahun. Kenaikan 38,9 persen untuk golongan i3 itu dibagi 4 tahun, begitu juga untuk kenaikan 64,7 persen untuk golongan i4 dibagi selama 4 tahun," kata dia kepada Kompas.com, Selasa malam (29/4/2014).

Penaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 38,9 persen untuk golongan i3 dan 64,7 persen untuk golongan i4, menurut Ade, telah mengerek ongkos produksi. Pasalnya dari sekitar 3.900 perusahaan tekstil di bawah API, umumnya sudah tergolong i3 dan i4.

Lebih lanjut dia mengatakan, walaupun jumlah i4 relatif lebih sedikit, itu pun akan menimbulkan snowball effect. Contohnya, kata dia, perusahaan pembuat serat kain yang terdampak kenaikan TTL pastinya akan menaikkan harga jual produknya. Produk ini kemudian akan dijual ke perusahaan pembuat produk turunannya. Maka timbulnya efek bola salju.

"Tentunya dengan itu, produk kita menjadi tidak berdaya saing. Jadi menurut saya, kebijakan ini adalah kebijakan yang justru mendorong lebih banyak impor. Padahal kita tahu sendiri pemerintah tengah sibuk mengurangi defisit neraca," jelas Ade.

Menurut Ade, diantara negara-negara di kawasan ASEAN, Vietnam adalah negara yang paling efisien ongkos produksi tekstilnya. Sepengetahuan Ade, tarif listrik di Vietnam pun murah dan perusahaan listrik nasional mereka tidak mengalami kerugian. Di Vietnam, harga TTL sekira setara Rp 700 per kilowatthour (kWH). Selisih yang cukup besar dibanding TTL di Indonesia yang sebesar Rp 930 kWH. Itupun masih mendapat subsidi dari pemerintah, karena harga produksi PLN adalah Rp 1.150 per kWH.

"Saya enggak ngerti kenapa tarif listrik di kita mahal. Apa pengelolaan energinya yang tidak efisien. Tapi di Vietnam kok listriknya murah dan PLN-nya enggak mengeluh rugi?" ucap Ade.

Ade berharap masih ada kompensasi yang bisa diupayakan pemerintah, karena pengusaha mengaku labanya terpangkas 15 persen akibat kenaikan tarif listrik.

Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, ditemui di sela-sela konferensi "Indonesia Green Infrastructure Summit/ IGIS 2014", di Jakarta, Selasa, mengatakan, Kementerian Perindustrian tengah berupaya mencarikan kompensasi lain, agar perusahaan padat karya tidak banyak melakukan PHK.

Namun, Hidayat belum bisa menyebutkan kompensasi yang dimaksud, lantaran saat ini tengah dibahas di tingkat dirjen. "Kalau saya concern-nya cicilan bisa diperingan, supaya dia bisa angakt cashflow. Tapi, kalau itu tidak dimungkinkan karena anggaran kita sangat rigid dan takut defisitnya bertambah, ya saya tidak bisa bicara," katanya.

Untuk membahas kemungkinan adanya kompensasi, Hidayat pun menjanjikan akan menemui Menteri Keuangan, Chatib Basri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Momen Ramadhan, Penjualan Eceran Maret 2024 Melesat

Ada Momen Ramadhan, Penjualan Eceran Maret 2024 Melesat

Whats New
Menko Airlangga: Kemungkinan RI Resesi Hanya 1,5 Persen, Terendah di Dunia

Menko Airlangga: Kemungkinan RI Resesi Hanya 1,5 Persen, Terendah di Dunia

Whats New
Butuh Dana untuk Investasi, Adaro Minerals Absen Bagi Dividen Tahun Ini

Butuh Dana untuk Investasi, Adaro Minerals Absen Bagi Dividen Tahun Ini

Whats New
Ciri-ciri Atasan 'Toxic' dan Cara Menghadapinya

Ciri-ciri Atasan "Toxic" dan Cara Menghadapinya

Work Smart
Petronas Teken Kontrak Blok Bobara, Nilai Investasi Rp 272,95 Miliar

Petronas Teken Kontrak Blok Bobara, Nilai Investasi Rp 272,95 Miliar

Whats New
J Trust Bank Hadirkan Program Tabungan Sekaligus Penanaman Mangrove

J Trust Bank Hadirkan Program Tabungan Sekaligus Penanaman Mangrove

Whats New
Pasar Perbaikan Pesawat di RI Besar, FL Technics Buka Fasilitas MRO di Bandara Ngurah Rai dan Raih Sertifikat FAA

Pasar Perbaikan Pesawat di RI Besar, FL Technics Buka Fasilitas MRO di Bandara Ngurah Rai dan Raih Sertifikat FAA

Whats New
UNESCO Tetapkan Semen Padang sebagai Warisan Kolektif Asia Pasifik

UNESCO Tetapkan Semen Padang sebagai Warisan Kolektif Asia Pasifik

Whats New
Perempuan Duduki 60 Persen Posisi Manajemen di Prudential Indonesia

Perempuan Duduki 60 Persen Posisi Manajemen di Prudential Indonesia

Work Smart
Awasi Bus Pariwisata Tak Berizin, Kemenhub Perlu Kerja Sama dengan Instansi Lain

Awasi Bus Pariwisata Tak Berizin, Kemenhub Perlu Kerja Sama dengan Instansi Lain

Whats New
Ada Modus Penipuan Mengatasnamakan Bukalapak, Pengguna dan Masyarakat Diminta Waspada

Ada Modus Penipuan Mengatasnamakan Bukalapak, Pengguna dan Masyarakat Diminta Waspada

Whats New
Tumbuh 12,4 Persen, Kredit Perbankan Tembus Rp 7.245 Triliun pada Kuartal I 2024

Tumbuh 12,4 Persen, Kredit Perbankan Tembus Rp 7.245 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com